TEMPO.CO, Jakarta - Mayoritas fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR 'balik badan' dari rencana revisi Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu atau revisi UU Pemilu. Kini, lebih dari separuh kekuatan di parlemen menolak RUU Pemilu yang sudah disepakati masuk dalam Program Legislasi Nasional 2021 itu.
Dari perdebatan ihwal terbuka atau tertutupnya sistem pemilu hingga ambang batas parlemen dan pencalonan presiden, perdebatan bergerak ke isu normalisasi pemilihan kepala daerah pada 2022 dan 2023. Jika disepakati, normalisasi ini akan mengubah jadwal Pilkada Serentak 2024 yang ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
"Pilkadanya sekarang menjadi isu," kata Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa kepada Tempo pada Rabu lalu, 27 Januari 2021.
Menurut Saan, awalnya hanya PDI Perjuangan yang menyatakan sikap menolak normalisasi Pilkada pada 2022 dan 2023. Fraksi lainnya tak ada yang memberikan catatan. Namun kini fraksi-fraksi justru mengatakan menolak revisi UU Pemilu secara keseluruhan, termasuk di dalamnya perubahan jadwal pilkada.
Baca: Kumpulkan Jubir Timses Pilpres 2019, Jokowi Minta Isi Revisi UU Pilkada Dikaji
"Tiba-tiba beberapa partai mengatakan tidak perlu revisi. Jadi ada kontradiksi dalam perjalanan sikap fraksi-fraksi terkait pembahasan RUU Pemilu ketika di awal sampai posisi hari ini," kata Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini, Sabtu, 30 Januari 2021.
Berikut peta sikap fraksi-fraksi di DPR:
1. PDI Perjuangan
-Menolak normalisasi pilkada
-Belum bersikap tentang kelanjutan revisi UU Pemilu
-Sebelumnya PDIP mengusulkan perubahan sistem proporsional terbuka menjadi tertutup, parliamentary thresold naik menjadi 5 persen untuk DPR, 4 persen DPRD provinsi, dan 3 persen DPRD kabupaten/kota
2. Partai Gerindra
-Menolak revisi UU Pemilu
-Menilai UU Pemilu yang ada perlu dipertahankan demi perbaikan kualitas demokrasi
-Awalnya menyatakan tak keberatan dengan berbagai usulan ambang batas parlemen, baik 4 persen, 5 persen, atau 7 persen
3. Partai Golkar
-Setuju revisi UU Pemilu tak dilanjutkan
-Menerima pilkada tetap digelar 2024
-Sebelumnya Golkar mendukung normalisasi pilkada
-Terkait revisi UU Pemilu, Golkar awalnya mengusulkan parliamentary threshold naik menjadi 7,5 persen
4. Partai NasDem
-Mendukung revisi UU Pemilu
-Mendukung normalisasi pilkada
-Mengusulkan perubahan parliamentary threshold menjadi 7 persen, sedangkan presidential threshold turun menjadi 15 persen
5. Partai Kebangkitan Bangsa
-Mendukung revisi UU Pemilu dilanjutkan
-Menolak normalisasi pilkada
-Mengusulkan evaluasi presidential threshold, misalnya menjadi 10 persen
6. Partai Demokrat
-Mendukung revisi UU Pemilu
-Mendukung normalisasi pilkada
-Mengusulkan presidential threshold 0 persen
7. Partai Keadilan Sejahtera
-Mendukung revisi UU Pemilu
-Mendukung normalisasi pilkada
-Mengusulkan presidential threshold turun menjadi 10 persen
8. Partai Amanat Nasional
-Menolak revisi UU Pemilu
-Menilai UU Pemilu yang ada masih relevan digunakan
9. Partai Persatuan Pembangunan
-Menolak revisi UU Pemilu
-Mengusulkan UU Pemilu tak semestinya diubah setiap lima tahun
-Menilai UU Pilkada perlu dijalankan terlebih dulu sebelum dievaluasi
-Mengusulkan revisi UU Pemilu dilakukan setelah tahun 2024
BUDIARTI UTAMI PUTRI