TEMPO.CO, Banjarbaru - Serikat Petani Indonesia (SPI) Kalimantan Selatan meluruskan perihal kalkulasi kerugian materi petani akibat banjir Kalsel yang diliris Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
Menurut Ketua SPI Kalsel, Dwi Putra Kurniawan, kerugian petani bukan hanya dari produk pertaniannya saja, tetapi harus dihitung juga kerusakan peralatan dan lahan pertanian, seperti traktor, galangan sawah yang jebol dan rata sama tanah akibat diterjang arus air, serta sisa lumpur dan sampah-sampah plastik yang mencemari lahan pertanian.
“Lalu kerugian petani keramba, kolam dan jala apung yang juga rusak atau hanyut dibawa arus banjir. Jadi angka perkiraan kerugian sebesar Rp 216,266 miliar bisa lebih besar lagi,” kata Dwi Putra kepada Tempo, Minggu 31 Januari 2021.
BPPT pada 22 Januari lalu merilis estimasi dampak kerugian bencana banjir Kalimantan Selatan sebesar Rp 1,349 triliun, yang terdiri dari sektor pendidikan sekitar Rp 30,446 miliar, sektor kesehatan dan perlindungan sosial sekitar Rp 46,533 miliar, sektor produktivitas masyarakat sekitar Rp 604,562 miliar, dan sektor pertanian sekitar Rp 216,266 miliar.
Untuk sektor pertanian, BPPT mengacu data luas area yang tergenang berdasarkan citra spasial dan data penggunaan lahan berdasarkan peta Rupa Bumi Indonesia (RBI), data umur padi dari Kerangka Sample Area (KSA) Badan Pusat Statistik, dan data yang tertuang dalam peraturan daerah.
Baca: Greenpeace: Penggundulan Hutan Jadi Akar Masalah Banjir Kalsel
Dwi bilang, perhitungan sektor pertanian untuk mengetahui perkiraan nilai kerugian gagal panen akibat lahan sawah yang tergenang. Perhitungan ini juga untuk mengetahui kerugian petani akibat hilangnya ikan yang sedang dibudidaya di empang, kolam, dan tambak.
Dwi Putra meminta Pemerintah memasukkan ganti rugi dan rehabilitasi lahan pertanian jadi prioritas utama, sesuai UU Nomor 41 Tahun 2009 tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan; dan UU Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Mengingat sektor pertanian pangan sangat penting memenuhi kebutuhan pangan seluruh masyarakat Kalsel saat bencana maupun pasca bencana.
Melihat pernyataan Menteri Pertanian di beberapa media yang hanya akan menyiapkan bantuan bibit kepada petani terdampak banjir dan bantuan sembako disaat bencana, kata dia, sangatlah jauh dari harapan para petani.
“Dimana dampak bencana ekologis ini sebagian aktornya adalah Pemerintah lewat aparatur penyelenggara negaranya yaitu lewat kebijakan-kebijakan mempermudah perizinan korporasi mengeksploitasi alam secara besar-besaran sehingga Kalsel jadi darurat bancana ekologis,” lanjut Dwi Putra Kurniawan.
Dwi meminta Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah harus sudah merancang program kerja rehabilitasi lahan pertanian lewat proyek-proyek padat karya yang wajib melibatkan para petani, mulai dari merancang program maupun saat pengerjaan proyek padat karya tersebut.
“Peran para petani sangat mutlak dibutuhkan dalam hal ini, mengingat sebagian lahan pertanian di Kalimantan Selatan berada di lahan rawa gambut yang butuh kearifan pengetahuan lokal yang hanya dimiliki oleh para petani,” ucap Dwi Putra.
Jika Pemerintah mengabaikan hal ini, ia khawatir berdampak vatal saat rehabilitasi lahan pertanian. Sebab, kata Dwi, sudah banyak contoh program proyek cetak sawah baru, yang gagal memenuhi target produksi akibat tidak melibatkan peran petani dengan kearifan pengetahuan lokalnya di bidang pertanian.
Selain itu, Dwi berharap Presiden Jokowi untuk menyiapkan program bantuan khusus ekonomi kepada para petani dan masyarakat korban banjir Kalsel. "Mengingat pasca bencana nanti untuk memulai lagi menanam tanaman pangan sampai panen membutuhkan waktu yang tidak singkat. Jadi untuk pemenuhan kebutuhan hidup para keluarga petani selama proses tersebut tetap perlu dibantu,” tutup Dwi Putra.
DIANANTA P SUMEDI