TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan menilai revisi Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu atau UU Pemilu belum diperlukan saat ini. Menurut Zulkifli, energi yang ada saat ini sebaiknya digunakan untuk mengatasi pandemi Covid-19 dan dampaknya.
Selain itu, dia mengatakan, masih ada pekerjaan rumah mempersatukan masyarakat yang terbelah saat Pilpres 2019. Zulkifli mengingatkan ihwal banyaknya korban yang berjatuhan dari proses tersebut.
"Kita masih ingat betul Pilpres ya, berdarah-darah, petugas banyak meninggal, gara-gara demo banyak juga yang meninggal. Ada beberapa orang ditangkap gara-gara pilpres itu," kata Zulkifli dalam webinar, Senin, 25 Januari 2021.
Zulkifli juga menyinggung tentang pasangan calon presiden-wakil presiden Prabowo Subianto - Sandiaga Uno yang akhirnya bergabung dengan koalisi pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) - Ma'ruf Amin. Menurut Zulkifli, hal ini menunjukkan bahwa jati diri Indonesia adalah musyawarah mufakat.
"Tapi Saudara saksikan sekarang, capres Pak Prabowo, Sandi, kan gabung juga. Yang enggak mendukung ya gabung juga. Oleh karena itu menurut saya, selain demokrasi, kita ini memerlukan musyawarah mufakat," kata Zulkifli.
Zulkifli berpendapat keterbelahan masyarakat imbas Pilpres 2019 harus dirajut kembali. Dia berpendapat, revisi UU Pemilu malah akan bisa kembali memperkeras simpul-simpul perpecahan tersebut.
Ia mengingatkan proses penyusunan UU Pemilu yang kini berlaku lewat panitia khusus di Dewan Perwakilan Rakyat beberapa tahun lalu. Ketika itu, kata dia, pembahasan berlangsung alot dan memakan waktu.
"Kemarin Pilpres sudah berdarah-darah, ada isu kampret sama cebong, ini harus kita rajut kembali. Jangan gara-gara Pilpres, gara-gara UU, terus simpulnya tambah keras," ucap Zulkifli Hasan menanggapi revisi UU Pemilu.
Baca juga: Forum Sekjen Tolak RUU Pemilu: Kita Semua Kecolongan
BUDIARTI UTAMI PUTRI