TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Bambang Soesatyo mengatakan mengecam keras deklarasi pemerintahan sementara Papua Barat yang dideklarasikan oleh United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) pimpinan Benny Wenda. Bambang juga menilai pernyataan Benny Wenda sangat mengganggu.
"Bukan soal Benny Wenda-nya, tapi orang-orang atau suasana situasi politik yang ada di Papua maupun di seluruh Tanah Air kita," kata pria yang akrab disapa Bamsoet ini dalam konferensi pers di kantor Kemenkopolhukam, Kamis, 3 Desember 2020.
Bamsoet mengatakan pernyataan Benny Wenda tentang pemerintahan sementara Papua Barat merupakan klaim sepihak. Dia juga menyebut klaim itu tak sesuai dengan hukum internasional serta konstitusi dan undang-undang di Indonesia sebagai pemilik kedaulatan yang sah tentang Papua.
"Fakta menunjukkan bahwa tidak semua rakyat Papua bahkan mendukung Benny Wenda sebagai Presiden Papua," kata Bamsoet.
Bamsoet mengatakan, bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia diatur secara tegas dalam Pasal 18 ayat (1), Pasal 18b ayat (2), Pasal 25a dan Pasal 37 ayat (5) Undang-undang Dasar 1945. Dengan begitu, dia menyebut semua pernyataan yang merongrong dan menegasikan bentuk NKRI adalah pengingkaran terhadap konstitusi.
Bamsoet juga menyinggung Pasal 106 Kitab Undang-undang Hukum Pidana menyatakan tindakan makar dengan maksud agar seluruh atau sebagian wilayah negara jatuh ke tangan musuh atau memisahkan sebagian dari wilayah negara diancam dengan pidana seumur hidup atau pidana penjara selama-lamanya 20 tahun.
Menurut Bamsoet, deklarasi ULMWP menjadi bukti telah ada atau dilakukannya perbuataan makar seperti yang diatur dalam Pasal 87 KUHP. "Sudah sangat jelas merupakan perbuatan makar terhadap NKRI," ujar dia.
Maka dari itu, Bamsoet mengatakan MPR mendukung pemerintah mengambil tindakan tegas dan terukur menyikapi deklarasi Benny Wenda. Termasuk di antaranya melalui langkah diplomatik dan penggunaan alat negara demi menjaga marwah dan mempertahankan kedaulatan NKRI.
Bambang Soesatyo juga mengajak pemangku kepentingan termasuk pemerintah daerah untuk meneguhkan tekad dan menyatukan langkah menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. "Serta tidak terpengaruh dan terprovokasi oleh propaganda yang merongrong dan mengancam kedaulatan NKRI," kata mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat ini.