TEMPO.CO, Jakarta - Majelis hakim menolak seluruh nota keberatan eksepsi mantan politikus NasDem, Andi Irfan Jaya, dalam sidang putusan sela di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin, 16 November 2020. "Mengadili menyatakan keberatan penasihat hukum tidak diterima," kata Ketua Majelis Hakim Ignasius Eko Purwanto.
Dalam putusannya, majelis hakim sependapat dengan penuntut umum bahwa keberatan yang diajukan Andi Irfan sudah masuk materi pokok perkara. Majelis hakim pun menjadwalkan sidang berikutnya pada Rabu, 18 November 2020 dengan agenda pemeriksaan saksi.
Andi Irfan Jaya sebelumnya didakwa menjadi perantara suap Jaksa Pinangki Sirna Malasari. Andi didakwa membantu Pinangki menerima suap US$ 500 ribu dari Djoko Tjandra.
Jaksa menyebut uang US$ 500 ribu itu diberikan pada Pinangki untuk mengurus fatwa bebas Mahkamah Agung. Duit itu merupakan uang muka dari US$ 10 juta yang dijanjikan oleh Djoko Tjandra. Djoko emoh memberikan duit itu secara langsung kepada Pinangki karena berstatus jaksa. Karena itu Pinangki kemudian mengajak Andi untuk menjadi perantara.
Jaksa Pinangki menghubungi Andi Irfan Jaya untuk mengajak pergi ke Kuala Lumpur bertemu Djoko Tjandra pada 22 November 2019. Pada pertemuan yang kemudian berlangsung 25 November 2019, Pinangki mengenalkan Andi sebagai konsultan yang akan meredam pemberitaan media jika Djoko pulang ke tanah air. Di pertemuan itu hadir pula, pengacara Anita Kolopaking.
Setelah pertemuan itu, Djoko Tjandra kemudian menyuruh adiknya Herriyadi Angga Kusuma untuk menyerahkan duit US$ 500 ribu di pusat perbelanjaan, di Jakarta. Uang itu diserahkan lewat Andi Irfan Jaya.
Selain itu, untuk menjamin Djoko Tjandra membayar US$ 10 juta bila skenario fatwa MA berhasil. Pinangki menyuruh Anita Kolopaking membuat surat kuasa menjual aset Djoko Tjandra kepada Andi Irfan Jaya.
FRISKI RIANA