TEMPO.CO, Jakarta- Ketua Komite Eksekutif Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Ahmad Yani mengecam pembubaran acara oleh polisi di Surabaya, Jawa Timur, Ahad malam, 27 September 2020 lalu. Dalam acara itu, hadir salah satu inisiator KAMI, eks Panglima TNI Gatot Nurmantyo. "Pertama kami menyesalkan tindakan brutal, tak beradab, tidak berdasarkan pikiran dan akal," kata Ahmad Yani saat dihubungi Tempo, Selasa, 29 September 2020.
Ahmad Yani mengatakan pendemo yang menolak acara KAMI menuding bahwa Koalisi akan melakukan makar. Padahal, menurut Ahmad Yani, apa yang dilakukan kami masih ada dalam tahap hak berkonstitusi bagi warga negara.
Dia berujar KAMI sudah membuat surat pemberitahuan kepada Polda Jawa Timur untuk menggelar acara. Namun polisi hingga Satgas Covid-19 Surabaya datang untuk membubarkan acara tanpa memberi asesmen terlebih dulu. "Itu (asesmen) tidak dilakukan, pokoknya membatalkan menggunakan kekuasaan," kata politikus Partai Persatuan Pembangunan itu.
Ahmad Yani juga menyesalkan pembubaran acara yang dihadiri Gatot di hotel tempat purnawirawan jenderal TNI Angkatan Darat itu menginap. Ahmad Yani berujar Gatot memang mengundang sejumlah ulama untuk sarapan pagi di hotel. Acara itu, kata Ahmad Yani, adalah bentuk silaturahmi.
Namun kemudian polisi datang dan meminta acara yang digelar secara tertutup itu dibubarkan. Alasan polisi, kata Ahmad Yani, acara tersebut mengundang massa aksi demonstrasi datang ke sekitaran hotel dan mengganggu situasi.
"Kata polisi justru jika mereka (pendemo) dibubarkan tak benar. Mereka tetap. Bahkan Pak Gatot mau keluar pun masih dihadang. Di situlah keluar kata-kata yang seperti binatang itu (ditujukan pada Gatot)," kata Ahmad.
Ahmad Yani menyesalkan perlakuan diskriminatif yang diterima KAMI. Ia merasa pemerintah memiliki standar ganda terhadap kegiatan yang dilakukan masyarakat. "Kok kita ini standar ganda. Pilkada boleh dilanjutkan terus menerus, meski imbauan begitu banyak. Tapi kita silaturahmi tak boleh. Jadi kalau kegiatan yang pro pemerintah boleh, yang kritis gak boleh. Apa itu yang dimaksud? Kalau gitu mundur dong demokrasi kita," kata Ahmad Yani.