TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Yayasan Geutanyoe Indonesia di Aceh, Rima Shah Putra, mengatakan tiga pengungsi Rohingya meninggal dalam sebulan terakhir. Pengungsi pertama, Nur Kholimah, perempuan berusia 21 tahun, meninggal pada 9 September 2020, dua hari setelah kapal yang ditumpangi mendarat di Aceh.
Adapun dua orang lainnya ialah Helal, laki-laki 22 tahun dan Senowara, perempuan 19 tahun berturut-turut meninggal pada 10 dan 11 September 2020. "Yang meninggal tiga orang, semua mengalami sesak pernapasan," kata Rima kepada Tempo, Senin, 28 September 2020.
Rima mengatakan mereka merupakan pengungsi Rohingya yang tiba di Aceh pada 7 September 2020 setelah terombang-ambing di atas kapal selama sekitar 6-7 bulan. Ada 296 orang dalam rombongan tersebut.
Ini merupakan gelombang kedua setelah gelombang pertama tiba 25 Juni 2020 yang mencapai 99 orang. Rima berujar ada juga empat orang yang datang dari Malaysia dan lima orang kemudian melarikan diri dari Aceh. "Jadi totalnya sekarang 391 yang masih di camp," ujar Rima.
Rima mengatakan hasil pemeriksaan menemukan banyak pengungsi Rohingya dari rombongan kedua yang sakit. Ia menduga mereka mengalami kekurangan gizi dan vitamin lantaran banyak yang menderita beri-beri.
Selain itu, mereka diduga mengalami kekerasan fisik oleh para penyelundup atau lantaran konflik di antara mereka sendiri. Contoh luka fisik yang ditemukan ialah luka bakar. "Ada juga indikasi beberapa perempuan mengalami kekerasan seksual," kata Rima.
Para pengungsi yang sakit, lanjut Rima, mengalami gejala serupa seperti sesak napas, sakit lambung, dan ada juga yang mengalami hernia. Rima mengatakan ada sekitar 14 orang yang sempat diopname di Rumah Sakit Umum Cut Meutia, Lhokseumawe, Aceh.
Pengungsi Rohingya sebanyak 391 orang itu kini ditampung di Balai Latihan Kerja (BLK) Meusanah Mee Kandang, Lhokseumawe, Aceh. Menurut Rima, mereka kini hidup dalam kondisi berdesakan di Balai Latihan Kerja. Ruang tinggal yang berupa aula terbuka tanpa partisi juga dikhawatirkan bisa memicu konflik internal.
"Concern kedua food security. Kalau asumsinya butuh lebih dari setahun sampai mereka diterima oleh negara ketiga, artinya butuh manajemen dapur umum yang baik untuk memastikan pangan akan tercukupi," kata Rima.
Menurut Rima, saat ini baru Pemerintah Kota Lhokseumawe yang menangani persoalan pengungsi Rohingya. Dia berharap Pemerintah Kota Lhokseumawe segera bersurat ke Pemerintah Provinsi Aceh dan Kementerian Luar Negeri agar mendapat bantuan dalam penanganan para pengungsi. "Kemampuan Pemko terbatas, kalau tidak segera dilakukan (meminta bantuan) kami yakin ke depan akan jadi kendala," ujar Rima.
BUDIARTI UTAMI PUTRI