TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Bagian Analisa dan Evaluasi Standar Operasional Polri Komisaris Besar Muhammad Firman menyarankan agar sanksi operasi yustisi penegakan disiplin protokol kesehatan memperhatikan martabat manusia.
“Mungkin saran dari kami, masalah sanksi memperhatikan harkat martabat manusia tidak boleh dilanggar,” kata Firman dalam diskusi di akun Youtube BNPB, Kamis, 17 September 2020.
Firman mengatakan, saat ini banyak bermunculan sanksi sosial yang tidak mengindahkan harkat dan martabat. Misalnya, sanksi masuk dalam peti jenazah seperti yang sempat diterapkan DKI Jakarta.
“Itu mungkin inovasi-inovasi, tapi di sini adalah sanksi sosial yang diharapkan tetap memperhatikan harkat martabat manusia. Sehingga tidak menjadi satu kontra di masyarakat,” ujarnya.
Menurut Firman, perlu ada sanksi tegas yang jelas dan diatur dalam peraturan daerah. Ia mencontohkan ketika masih bertugas di Polda Jawa Timur, sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan berupa push up.
Ia pun mendorong pemerintah daerah berkoordinasi dengan DPRD untuk membuat aturan tegas untuk meningkatkan disiplin protokol kesehatan Covid-19, seperti memberikan sanksi.
Perda terkait peningkatan disiplin dan penegakan hukum protokol kesehatan Covid-19 juga didorong oleh Kementerian Dalam Negeri. Berdasarkan data kementerian, masih terdapat 55 kabupaten kota yang belum menyusun perda tersebut. Adapun 46 kabupaten kota sedang menyusun.