TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Corruption Watch menyoroti bebasnya mantan Menteri Sosial Idrus Marham. Menurut ICW, bebasnya Idrus tak lepas dari hukuman ringan yang dijatuhkan hakim di tingkat kasasi.
"Sedari awal ICW sudah kecewa terhadap vonis yang dijatuhkan oleh Mahkamah Agung pada tingkat kasasi kepada Idrus Marham," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana, lewat keterangan tertulis, Ahad, 13 September 2020.
Sebelumnya, Idrus resmi bebas dari penjara pada 11 September 2020 terkait kasus suap proyek PLTU Riau-1. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menghukumnya 3 tahun penjara. Pengadilan tinggi memperberat hukumannya menjadi 5 tahun. Namun, Mahkamah Agung memangkas hukuman itu menjadi 2 tahun penjara.
Menurut Kurnia, putusan itu harus menjadi evaluasi bagi Ketua Mahkamah Agung untuk menaruh perhatian pada majelis hakim yang ditunjuk untuk menyidangkan perkara korupsi, baik di tingkat kasasi atau peninjauan kembali.
Dia bilang sejak 2005 putusan hakim jarang berpihak pada isu pemberantasan korupsi. Contohnya, tren vonis ICW pada tahun 2019 menunjukkan bahwa rata-rata vonis untuk para koruptor hanya 2 tahun 7 bulan.
Belum lagi, kata dia, perbandingan antara kerugian negara dan uang pengganti. "Berdasarkan pantauan ICW, total kerugian negara sepanjang tahun 2019 mencapai Rp 12 triliun, akan tetapi vonis uang pengganti hanya Rp 748 miliar," kata dia.
ICW, kata Kurnia, berpandangan, setidaknya ada tiga hal yang semestinya tercantum dalam putusan Hakim saat menyidangkan perkara korupsi. Pertama, menjatuhkan pidana penjara yang maksimal. Kedua, memaksimalkan pemberian hukuman berupa uang pengganti. Ketiga, mencabut hak politik
"Keseluruhan ini adalah paket penting untuk dapat memberikan efek jera yang maksimal kepada para koruptor," ujar dia.