TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalimantan Tengah, Dimas N. Hartono mengatakan pemerintah harus mendengarkan keinginan masyarakat adat Laman Kinipan terkait penyelesaian persoalan dengan PT Sawit Mandiri Lestari.
Dimas mengatakan aspirasi masyarakat merupakan solusi utama bagi masyarakat Desa Kinipan. "Jelas keinginan masyarakat hutan adat mereka diakui," kata Dimas kepada Tempo, Ahad, 13 September 2020.
Hal ini disampaikan Dimas menanggapi tiga tawaran dari Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong yang berkunjung ke Kabupaten Lamandau, Kalteng. Alue menawarkan beberapa solusi untuk mengatasi konflik lahan masyarakat Kinipan dengan PT SML.
Alue mengatakan sebagian Desa Kinipan yang masih berupa hutan dapat dijadikan sebagai hutan adat sebagai bagian dari high conservation value. Namun ia menyarankan pihak yang berselirih mempelajari prosedur yang berlaku jika inign menjadikan area tersebut sebagai hutan adat.
"Namun harus kita dengar juga masyarakat yang menginginkan kebun plasma dari PBS (perusahaan besar swasta) yang menerima izin," kata Alue.
Alue mengatakan penetapan hutan adat membutuhkan proses legal formal pengakuan hukum negara. Jika area hutan yang dipersoalkan merupakan bagian dari area penggunaan lain (APL), maka diperlukan surat keputusan bupati sebagai penetapan area tersebut sebagai hutan adat.
Jika termasuk wilayah hutan negara, maka harus ada peraturan daerah mengenai hal tersebut. Solusi lainnya, kata Alue, ialah menggunakan skema perhutanan sosial. "
Lokasi Hutan Produksi dan Hutan Produksi Konversi yang ada di wilayah Desa Kinipan namun di luar konsesi memungkinkan untuk dijadikan hutan desa yang dikelola oleh masyarakat adat," ujar Alue.
Dimas mengatakan masyarakat Desa Kinipan sebenarnya sudah mengajukan pengakuan wilayah adat ke Pemerintah Kabupaten Lamandau pada 2018 lalu. Namun hingga kini status hutan adat itu tak kunjung diakui.
Menurut catatan Walhi, ada 4.541,12 hektare izin PT SML yang berada di wilayah adat Kinipan. Seluas 2.625,18 hektare di antaranya sudah berupa Hak Guna Usaha (HGU) PT SML, dan 1.857,57 hektare hutan adat sudah dibabat untuk pembukaan lahan.