TEMPO.CO, Jakarta - Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat sepakat menetapkan Rancangan Undang-undang Masyarakat Adat (RUU Masyarakat Adat) sebagai RUU usul inisiatif Dewan. Hal tersebut diputuskan dalam rapat pleno Baleg, Jumat, 4 September 2020.
Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Masyarakat Adat, Willy Aditya mengatakan, disahkannya RUU ini menjadi wujud komitmen DPR dalam upaya pengakuan dan perlindungan masyarakat adat di Indonesia.
"Ini juga menjadi wujud keberpihakan dan perhatian kita terhadap isu-isu marginal. Kami berharap RUU ini akan menjadi jaminan perlindungan dan pengakuan bagi masyarakat serta bisa menyelesaikan masalah masyarakat adat," kata Willy dalam keterangan tertulis, Jumat, 4 September 2020.
Willy mengatakan Panja telah melakukan prosedur pembahasan, mulai dari harmonisasi, pembulatan, sampai pemantapan konsepsi. Mekanisme itu dilakukan intensif dalam rapat-rapat baik fisik maupun virtual mulai 16 April, 22 April, dan 6 Juli 2020.
"Setidaknya ada 14 hal pokok yang mengemuka dalam pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi RUU ini seperti pengaturan norma, penambahan substansi, dan penambahan bab baru," ujar politikus NasDem ini.
Willy menjelaskan, RUU Masyarakat Adat ini selanjutnya akan dibawa ke rapat paripurna untuk disahkan menjadi RUU inisiatif DPR. Dewan kemudian akan mengirimkan surat ke pemerintah agar menyerahkan Surat Presiden (Surpres) RUU Masyarakat Adat ke DPR.
RUU Masyarakat Adat, kata Willy, terdiri dari 17 bab dan 58 pasal. RUU ini merupakan Prolegnas prioritas 2020 yang diusulkan Fraksi Partai NasDem.
Dalam rapat pleno hari ini, delapan dari sembilan fraksi di DPR menyatakan persetujuan. Hanya Fraksi Golkar yang belum menyampaikan pandangan fraksi secara resmi.
Ketua Kelompok Fraksi Golkar di Baleg DPR, Firman Soebagyo mengatakan partainya masih menunggu arahan dari Ketua Fraksi Golkar DPR. Dia mengatakan pandangan Fraksi Golkar akan diserahkan setelah rapat pleno.
Namun, Firman mengklaim partainya setuju agar masyarakat adat dilindungi secara hukum. Hanya saja, ia memberi catatan terkait kejelian menetapkan identitas masyarakat adat.
"Karena ada yang bener-bener adat, ini yang harus kita lindungi. Ada yang adat-adatan, yang mengklaim adat, tapi bukan adat. Ini yang harus diatur jeli di UU ini," kata Firman saat rapat pleno Baleg DPR, Jumat, 4 September 2020.