INFO NASIONAL-- Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga, menilai Rancangan Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) harus segera disahkan. Payung hukum komprehensif ini diperlukan untuk memberi rasa aman, serta menjadi jawaban kebuntuan dan hambatan para korban kekerasan seksual dalam mengakses keadilan.
Sayangnya, pembahasan RUU PKS menuai polemik karena masih ada kelompok masyarakat yang menganggap muatan materinya tidak sesuai dengan nilai-nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. Berkaitan dengan tudingan ini, menurutnya kesalahpahaman persepsi harus diluruskan dan perlu duduk bersama untuk memahami urgensi disahkannya RUU PKS untuk menghadirkan rasa aman bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Baca juga:
“Pembahasan RUU PKS, dari mulai konsep sampai naskah akademik sudah melalui proses yang panjang. Dasar penyusunan RUU PKS telah memenuhi landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis telah memenuhi syarat,” ujarnya dalam DiscusShe “Urgensi Pengesahan RUU PKS” di kanal YouTube Tempodotco, Kamis, 6 Agustus 2020. Faktor penting lainnya, yakni perlu adanya pengaturan yang berperspektif korban, sebab korban kekerasan seksual rentan mengalami stigmatisasi sosial yang menyebabkan korban mengalami diskriminasi ganda dan berlapis.
Pelaksana Harian Deputi bidang Perlindungan Hak Perempuan, Kementerian PPPA, Ratna Susianawati pun mengakui tantangan mendorong RUU PKS untuk disahkan memang berat, tetapi perjuangan belum selesai. Saat ini, Kementerian PPPA telah mendapat beberapa pandangan, deklarasi, orasi, dan surat terbuka dari berbagai lapisan masyarakat. Setelah mendapat masukan maka saat ini draf RUU PKS yang sudah ada perlu diformulasikan ulang untuk segera disahkan.
“RUU PKS ini bukan sekadar produk hukum yang memberikan keadilan, tapi sedang bicara sebuah revolusi norma lama bagaimana memandang kekerasan seksual, korban, dan pelaku. Perlu dukungan banyak pihak untuk konsolidasi dan mengawal bersama-sama,” katanya.
Baca juga:
Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani, mengajak semua pihak agar tidak terpancing dengan dikotomi, pro dan kontra, pembahasan RUU PKS sehingga mengalihkan dari substansinya. Sebab angka pelaporan kekerasan seksual kepada perempuan terus bertambah dan semakin kompleks, baik secara luring maupun daring.
Data Komnas Perempuan sepanjang 2011-2019 mencatat ada 46. 698 kasus kekerasan seksual, yang terjadi baik di ranah personal maupun ruang publik terhadap perempuan. Dari angka itu, sebanyak 23.021 kasus di antaranya terjadi di ranah publik. Bentuknya antara lain perkosaan sebanyak 9.039 kasus, pelecehan seksual 2,861 kasus, dan kejahatan melalui internet 91 kasus.
Melihat kenyataan di masyarakat saat ini, selebritis dan aktivis hak-hak perempuan, Ayushita Widyartoeti berpendapat tingginya kasus kekerasan seksual yang terjadi seharusnya menjadi alasan kuat bagi DPR segera mengesahkan RUU PKS. Karenanya, langkah DPR dan pemerintah untuk segera merampungkan RUU PKS sangat dinantikan.
“Kasus kekerasan dewasa ini bukan hanya kerasan pada perempuan tapi juga laki-laki dan anak-anak. Belum ada payung hukumnya. Dan lebih mengerikan lagi sekarang kita hidup di dunia digital dan banyak pelecehan lewat dunia maya. Kita berdoa bersama supaya ini segera disahkan,” katanya menutup diskusi.(*)