TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) menyebut ada lima alasan yang menyebabkan publik memberi sentimen negatif, terhadap kemarahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terhadap para menterinya.
"Apa sebabnya banyak negatif? Pertama, popularitas pemimpin pada umumnya setelah 5 tahun menurun sehingga yang memuji-muji tidak lagi banyak," kata Ketua Dewan Pengurus LP3ES, Didik J. Rachbini, saat dihubungi Tempo, Selasa, 7 Juli 2020.
LP3ES melakukan satu riset big data yang merekam respon publik yang terkumpul lebih 60 ribu posting, percakapan, dan berita. Mesin data kemudian hanya mengkategorikan sentimen positif, negatif dan netral. Hasilnya, 45 persen publik dengan sentimen negatif dan hanya 25 persen yang merespons positif.
Alasan kedua, kata dia, adalah masyarakat semakin kritis. Kemarahan seperti itu, ia sebut terkesan didramatisir. Apalagi video Jokowi marah itu diunggah lewat YouTube Sekretariat Presiden, 10 hari setelah Sidang Kabinet Paripurna.
Selanjutnya, adalah alasan ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah dalam menghadapi keadaan krisis.
Didik menyebut kebanyakan publik menilai pemerintah gagap dan kerja timnya kacau sehingga anggaran kesehatan hanya 1-2 persen tersalurkan, bantuan sosial 4-5 persen, stimulan untuk UMKM terealisasi kurang dari 1 persen. Hal ini menjadi pendorong ke alasan keempat, yakni kinerja Kabinet Indonesia Maju memang kurang baik.
Adapun alasan kelima, kata Didik, adalah pandangan publik terhadap kepemimpinan Jokowi. "Ujian pemimpin terlihat pada masa krisis ini. Publik melihat sekarang kenyataannya," kata Didik.