TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) melaporkan Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM ke Ombdusman RI pada hari ini, Selasa, 7 Juli 2020 terkait masuknya Joko Tjandra ke Indonesia.
"Melaporkan sengkarut buron Joko Tjandra atas dugaan maladministrasi atau dugaan mal teknis pelayanan atau dugaan sengaja melanggar ketentuan dari sengkarut Joko Tjandra," ujar Koordinator MAKI Boyamin Saiman melalui keterangan tertulis pada Selasa, 7 Juli 2020.
Tak hanya Imigrasi, MAKI turut melaporkan Sekretaris NCB Interpol Indonesia. Boyamin menuturkan, NCB Interpol Indonesia telah berkirim surat ke pihak Imigrasi bahwa masa cekal Joko telah habis karena tidak diperpanjang oleh Kejaksaan Agung.
Terakhir, MAKI juga melaporkan Lurah Grogol Selatan yang memberikan fasilitas pembuatan Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP) kepada Joko dengan waktu singkat yakni 30 menit. "Untuk lengkapnya akan ada di dalam surat aduan kepada Ombudsman RI," ucap Boyamin.
Joko merupakan terdakwa kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali senilai Rp 904 miliar yang ditangani Kejaksaan Agung. Pada 29 September 1999 hingga Agustus 2000, Kejaksaan pernah menahan Joko.
Namun, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan ia bebas dari tuntutan karena perbuatan itu bukan perbuatan pidana melainkan perdata.
Pada Oktober 2008, Kejaksaan mengajukan peninjauan kembali (PK) terhadap kasus Joko ke Mahkamah Agung. Pada 11 Juni 2009, Majelis Peninjauan Kembali MA menerima PK yang diajukan jaksa.
Majelis hakim memvonis Joko 2 tahun penjara dan harus membayar Rp 15 juta. Uang milik Joko di Bank Bali sebesar Rp 546,166 miliar dirampas untuk negara. Imigrasi juga mencekal Joko.
Terdakwa kasus Bank Bali ini kabur dari Indonesia ke Port Moresby, Papua Nugini pada 10 Juni 2009, sehari sebelum MA mengeluarkan putusan perkaranya. Kejaksaan menetapkan Joko sebagai buronan. Belakangan, Joko diketahui kembali masuk ke Indonesia untuk mendaftarkan peninjauan kembali (PK) ke PN Jakarta Selatan.