TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Lembaga Bantuan Hukum Jakarta Arif Maulana mengatakan ada perbedaan yang jauh mengenai tuntutan jaksa atas kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK, Novel Baswedan, dengan masyarakat biasa.
“Saya kira ini begitu mencolok kejanggalan dan menghina akal sehat, proses hukum di Indonesia,” kata Arif yang juga tim advokasi Novel dalam telekonferensi, Ahad, 21 Juni 2020.
Arif mengatakan ada 6 kasus penyiraman air keras yang terjadi pada 2017-2020. Misalnya di Mojokerto, Bengkulu, Palembang, dan Pekalongan. Arif mengatakan rata-rata ancaman pidana untuk pelaku penyiraman air keras tersebut minimal 10 tahun dan maksimal 20 tahun.
Sementara tuntutan jaksa kepada pelaku kasus penyiraman air keras terhadap Novel hanya 1 tahun. “Ini menunjukkan disparitas luar biasa jauh,” ujar Arif.
Selain itu, Arif menyebutkan hal yang membuat miris lagi adalah hal-hal yang dianggap meringankan pelaku karena mereka sebagai anggota kepolisian. “Mereka dianggap kooperatif, bukan kesengajaan.”
Dalam persidangan pada Kamis, 11 Juni 2020, Jaksa penuntut umum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menuntut kedua terdakwa penyerangan terhadap Novel dengan hukuman 1 tahun penjara. Jaksa menganggap keduanya tak sengaja menyiram air keras ke wajah Novel.