TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Bidang Parlemen dan Perundangan Pusat Studi dan Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Padang, Charles Simabura meragukan daya ikat Rancangan Undang-Undang atau RUU Haluan Ideologi Pancasila jika menjadi undang-undang. Charles ragu undang-undang ini bisa diikuti oleh UU yang lain. Sebab, semua undang-undang berada dalam posisi setara.
"Jangan salahkan ketika nanti ada UU yang menyimpangi ketentuan itu, kan alat ujinya juga tidak ada," kata pengajar hukum tata negara Universitas Andalas ini, Rabu malam, 17 Juni 2020.
RUU Haluan Ideologi Pancasila itu merupakan usul Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang kemudian ditetapkan sebagai usul inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat. Belakangan, pemerintah menunda pembahasan karena RUU ini mendapat penolakan dari sejumlah organisasi massa keagamaan. Muhammadiyah, misalnya, mendesak DPR menghentikan pembahasan RUU Haluan Ideologi Pancasila yang ditolak masyarakat.
Menurut Charles, sebenarnya tak perlu tafsir ulang haluan Ideologi Pancasila melalui RUU ini. Tafsir Pancasila telah dijelaskan secara filosofis dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945.
Charles mengatakan, jika ingin mengawal ideologi Pancasila dijalankan, sebenarnya yang harus dilihat adalah undang-undang sektoral masing-masing. Sepanjang UU sektoral itu tak bertentangan dengan konstitusi, kata dia, UU itu tidak bertentangan dengan Pancasila.
"Alat uji sebuah UU sesuai atau tidak dengan Pancasila sudah dijabarkan dalam pasal-pasal konstitusi. RUU Haluan Ideologi Pancasila ini lebih abstrak dari konstitusi," kata Charles.