TEMPO.CO, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan mengungkapkan sejumlah kejanggalan yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum, sebelum menjatuhkan tuntutan kepada dua penyerang Novel, Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis. Novel mengatakan banyak fakta di lapangan yang tidak diakomodir oleh jaksa atau bahkan diabaikan sama sekali.
Yang pertama adalah upaya pengaburan fakta tentang senjata penyerangan Novel berupa air keras. "Saya heran dalam dakwaan yang dibacakan seolah-olah seolah yang digunakan menyerang saya adalah air aki," kata Novel dalam diskusi secara daring, Senin, 15 Juni 2020.
Novel mengatakan saat diperiksa oleh saksi, baunya yang ditimbulkan sangat menyengat. Efeknya saat terkena kulit Novel juga adalah luka bakar. Mengenai beton, air itu membuat beton seperti melepuh. “Fakta itu menunjukkan bahwa itu bukan air aki, tapi air keras.”
Mantan perwira menengah kepolisian itu merasa janggal saat banyak saksi kunci yang menyaksikan peristiwa saat kejadian dan setelah kejadian tak diperiksa. Hanya ada sebagian saja dari mereka yang didatangkan. "Ini membuat saya curiga. Kita berpikir apakah memang jaksa penuntutnya tak paham atau terlewat atau mungkin justru disengaja?"
Mencoba tetap positif, Novel kemudian menyampaikan kepada jaksa bahwa ada bukti lain yang belum dimasukan dalam berkas perkara. Namun hingga proses persidangan terakhir, pernyataan dia sama sekali tak diakomodir oleh jaksa.
"Ini tentu aneh, karena kepentingan saya sebagai korban itu seharusnya bisa diakomodir.” Ia tak mungkin melakukan upaya sendiri di persidangan.
Selain itu, kejanggalan lainnya adalah pasal yang digunakan penyidik untuk menjerat Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette. Pasal yang digunakan adalah pasal 170 KUHP tentang kekerasan subsider pasal 351 KUHP tentang penganiayaan. Novel menilai pasal ini tak tepat dan berpeluang besar akan membuat terdakwa bebas, karena terdakwa penyerangnya satu orang saja, bukan 2 orang secara bersama-sama.
Novel mengaku sempat memberi masukan agar mereka dijerat pasal 340 KUHP juncto pasal 53 tentang percobaan pembunuhan berencana itu sebagai pasal primer. Sedangkan pasal subsider pasal 355 ayat 2 juncto 356 tentang penganiayaan berat.
Jika dianggap sebagai penganiayaan, seharusnya, kata Novel, serangan terhadapnya betul-betul dinilai sebagai penganiayaan, penganiayaan paling lengkap. “Penganiayaan itu berbencana, penganiayaan itu berat, akibatnya juga luka berat, dan dialukan dengan pemberatan karena saya sebagai aparatur yang bekerja dalam hal ini aparatur penegak hukum di KPK," kata Novel.
Nyatanya masukan Novel tak pernah digubris. Puncaknya, pada pembacaan tuntuan oleh jaksa, Ronny dan Abdul hanya mendapat tuntutan 1 tahun penjara dengan penggunaan pasal 170 KUHP subsider 351 KUHP tentang penganiayaan.
Novel Baswedan mengatakan hal ini sangat berbahaya karena peradilan dipermainkan. Ia menegaskan masalah sebenarnya bukan hanya pada tuntutan jaksa, tapi juga banyaknya manipulasi dalam proses penyidikan dan penuntutan. "Banyak upaya menunjukan seperti yang disiramkan air aki. Ada yg membuat ini seakan hanya dua orang dengan motif pribadi. Dan ada upaya pengalihan saksi-saksi," kata Novel.