TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto melayangkan surat ke Universitas Pembangunan Nasional Veteran. Surat itu berisi permintaan untuk menarik Dekan Fakultas Kedokteran UPN Veteran, Prijo Sidipratomo. “Iya betul,” kata Rektor UPN Veteran Jakarta, Erna Hernawati mengkonfirmasi adanya surat itu, Ahad, 31 Mei 2020.
Prijo dan Terawan punya sejarah dalam polemik terapi ‘cuci otak’ yang mencuat pertengahan 2018. Saat itu Prijo masih menjabat sebagai Ketua Majelis Kehormatan Etik Kedokteran periode 2015-2018. Sedangkan Terawan menjabat sebagai Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto.
Terawan beken dengan terapi Intra-Arterial Heparin Flushing. Sebuah terapi yang diklaim dapat menyembuhkan pasien yang mengalami stroke. Banyak pejabat dan tokoh terkenal telah menjajal terapi ini.
Akan tetapi, MKEK IDI punya penilaian berbeda terhadap terapi itu. MKEK IDI menyatakan metode cuci otak belum terbukti secara klinis.
MKEK IDI bahkan menilai Terawan melanggar empat prinsip dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia: mengiklankan diri secara berlebihan; tak memenuhi panggilan majelis sebanyak 8 kali; menarik bayaran dari tindak yang belum terbukti secara medis; dan menjanjikan kesembuhan bagi pasien.
Menurut surat yang beredar tertanggal 23 Maret 2018 tersebut, MKEK menetapkan Dokter Terawan melakukan pelanggaran etik serius dari kode etik kedokteran. Surat tersebut hanya ditandatangani oleh Ketua MKEK PB IDI, Prijo Sidipratomo. Dalam surat itu, tidak tercantum tanda tangan Ketua Umum PB IDI Muh Adib Khumaidi.
MKEK mencabut keanggotaan Terawan dari IDI selama 12 bulan dan mencabut izin rekomendasi praktek dokter spesialis radiologi itu. Namun, sanksi tersebut tak pernah terlaksana.
Ketika sanksi IDI itu terekspos ke publik dan atas rekomendasi Komisi Kesehatan DPR, Menteri Kesehatan kala itu Nila Djuwita Moeleok membentuk satuan tugas khusus guna menyelidiki metode IAHF sebagai terapi.
Hasilnya, tim satgas memberikan dua rekomendasi: menghentikan terapi ini dan melakukan penelitian untuk memperoleh bukti. Berbeda dengan temuan Satgas, Nila Moeloek dalam suratnya ke Kepala Staf Angkatan Darat menyatakan metode itu dapat dilakukan dalam rangka penelitian berbasis pelayanan.
Dalam wawancara dengan Majalah Tempo akhir Desember 2019, Terawan mengatakan Menkes tak melarang praktek metode IAHF miliknya. “Saya diminta research by service, artinya service boleh jalan terus,” kata dia.