TEMPO.CO, Jakarta - Ajudan mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan, Rahmat Setiawan Tonidaya, mengatakan mantan atasannya pernah bertemu dengan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto.
Pengakuan itu terungkap saat Rahmat dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa kader PDIP Saeful Bahri yang didakwa ikut menyuap Wahyu Setiawan sebesar Rp6 00 juta. Suap ini diberikan agar kader PDIP Harun Masiku bisa menjadi anggota DPR lewat mekanisme pergantian antarwaktu (PAW).
"Pernah tidak Pak Wahyu bertemu dengan Pak Hasto Kristiyanto?" tanya hakim Titiek Sansiwi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin, 13 April 2020.
"Tidak pernah," jawab Rahmat.
"Di BAP (Berita Acara Pemeriksaan) saudara ada beberapa kali," kata hakim Titiek.
"Itu saat 2019 saat rekapitulasi. Pak Hasto Kristiyanto dan tim kebetulan jadi saksi perwakilan dari DPP PDI Perjuangan datang ke kantor (KPU RI)," kata Rahmat.
"Berapa kali bertemunya?" tanya hakim Titiek.
"Seingat saya kalau tidak salah itu sekali, waktu di ruangan, waktu istirahat, makan siang," jawab Rahmat.
"Setelah acara itu?," kata hakim.
"Istirahat, jadi merokok itu biasa, bapak kan merokok," jawab Rahmat.
"Saudara dengar tidak apa yang dibicarakan," tanya hakim Titiek.
"Tidak Ibu, di dalam, saya ruangannya di luar ruangan bapak," jawab Rahmat.
Sidang dilakukan menggunakan sarana "video conference" dengan terdakwa Saeful Bahri berada di rumah tahanan (rutan) KPK di Gedung KPK lama, sedangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, majelis hakim dan sebagian penasihat hukum berada di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Dalam perkara ini, Saeful Bahri bersama-sama Harun Masiku yang belum tertangkap atau berstatus DPO didakwa memberi uang secara bertahap sejumlah Sing$ 19 ribu dan Sing$ 38.350 kepada Wahyu Setiawan selaku anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI periode 2017-2022.