TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo angkat bicara ihwal adanya dugaan ekspor 1,2 juta alat pelindung diri atau APD tenaga medis ke Korea Selatan.
Listyo menjelaskan ekspor jutaan APD itu terjadi lantaran sedari awal sudah ada perjanjian dagang antara Korea Selatan dengan Indonesia untuk membuat APD.
"Di mana Korea Selatan menyiapkan bahan baku dan penjahitan atau pembuatannya dilakukan di Indonesia. Jadi digunakan untuk memenuhi kebutuhan APD dalam negeri, di samping mereka kirim ke Korea Selatan juga untuk kebutuhan mereka," ujar Listyo saat dihubungi pada Jumat, 10 April 2020.
Perjanjian itu melibatkan beberapa perusahaan PMA Korea Selatan di Indonesia yang sudah dinegosiasikan terlebih dulu dengan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal.
Saat virus Corona mewabah di Indonesia, kata Listyo, Presiden Joko Widodo melarang ekspor APD ke luar negeri. Namun Duta Besar Korea Selatan kemudian berkirim surat kepada Kepala Gugus Tugas Nasional Covid-19 agar APD yang sudah dikerjakan oleh perusahaan PMA bisa diekspor ke negaranya.
Selanjutnya, Kepala Gugus Tugas merekomendasikan ke Menteri Perdagangan melalui surat dari Kepala Gugus Tugas tentang pengecualian ekspor APD ke Korea Selatan. Alhasil, dengan keluarnya surat rekomendasi dari KA Gugus Tugas tersebut, maka Menteri Perdagangan mengeluarkan dua surat yang berisikan pengecualian larangan ekspor dari perusahaan yang tercatat.
"Tentunya dengan pertimbangan bahwa kebutuhan APD Indonesia tetap akan dipenuhi dan dikerjakan semaksimal mungkin oleh perusahaan tersebut, yang mana bahan bakunya berasal dari Korea Selatan," kata Listyo.
Sebanyak 1,2 juta APD produksi Bogor, Jawa Barat sebelumnya diduga lolos ekspor ke Korea Selatan. Barang-barang produksi sejumlah pabrik garmen di Indonesia itu ditengarai lolos dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta dari Pelabuhan Tanjung Priok meski sebelumnya sempat ditahan oleh petugas Bea Cukai.
Sumber Tempo di lingkungan otoritas terkait menyebutkan bahwa eksportir diduga memalsukan HS Code sehingga jenis barang yang dikirimkan tidak sesuai dengan yang tertera pada dokumen pemberitahuan Ekspor Barang atau PEB. Berdasarkan dokumen yang diterima Tempo, ekspor APD itu direkap per 20 Maret 2020 dan dikirimkan oleh enam perusahaan di Bogor, Jawa Barat. Keenamnya adalah perusahaan berinisial PT GI, DD, PG, IB, PH, dan II.
Direktur Kepabeanan Internasional dan Antarlembaga Bea Cukai Syarif Hidayat mengatakan HS code barang yang terekam dalam sistem kepabean seluruhnya sudah sesuai dengan dokumen PEB. Ia berdalih dokumen dengan dugaan pemalsuan HS itu adalah dokumen awal yang perlu pengecekan lebih lanjut.
Ia juga mengklaim eksportir telah memperoleh surat izin pengecualian dari Kementerian Perdagangan sesuai Pasal 3B Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 34 Tahun 2020. Pasal itu mengatur bahwa Menteri Perdagangan dapat mengecualikan ketentuan yang diatur dalam Permendag. Syaratnya, eksportir harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag secara elektronik.