TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara pemerintah untuk penanggulangan Virus Corona atau Covid-19, Achmad Yurianto, mengatakan penggunaan rapid test untuk pemeriksaan Corona, sudah mulai diterapkan sejak Jumat, 20 Maret 2020. Meski begitu, ia mengatakan hasil tes pertama dari rapid test tak bisa menjadi rujukan seseorang sehat.
"Hasil negatif dari rapid tes tak menjamin yang bersangkutan tak sakit. Bisa saja pada pemeriksaan ini didapatkan hasil negatif pada orang yang terinfeksi virus ini, tapi respon serologi, respon imunitasnya belum muncul," kata Yurianto di Kantor BNPB, Jakarta Timur, Sabtu, 21 Maret 2020.
Hal ini, kata dia, karena sampel tes cepat adalah darah. Artinya, yang diperiksa adalah imunoglobulin pasien. Gejala penyakit, cenderung tak akan terlihat dari tes ini, jika infeksi masih di bawah 7 hari. "Oleh karena itu, (pemeriksaan) ini akan diulang lagi 7 hari kemudian, dengan cara yang sama," kata Yurianto.
Karena itu, Yurianto mengatakan siapa pun, meski dari hasil pemeriksaan negatif, tidak merasa langsung dirinya sehat. Mereka diminta harus tetap menjaga jarak, dalam konteks berkomunikasi secara sosial atau social distancing. "Pahami betul hasil negatif tak menjadi garansi bahwa yang bersangkutan terinfeksi Covid-19. Ini yang harus kita mengerti bersama," kata dia.