TEMPO.CO, Jakarta - Seorang pasien yang sempat diisolasi karena dicurigai sebagai suspect Corona bercerita soal minimnya fasilitas kesehatan di salah satu rumah sakit rujukan.
Lewat akun Twitter pribadinya, Muhammad Fachri Muchtar, menceritakan bagaimana perawatan yang ia terima sebagai salah satu pasien suspect Virus Corona.
Fachri mengatakan ia memeriksakan dirinya ke salah satu rumah sakit rujukan di Jakarta, Ahad sore, 15 Maret 2020. Ia mengatakan berinisiatif periksa karena punya riwayat bersinggungan dengan warga negara asing dan ada gejala sakit pernafasan.
"Gejala yang gue alamin ya demam, batuk, sesak nafas, pilek, sakit tenggorokan sama lemas," kata Fachri di akun Twitter-nya, @fmuchtar_, Senin, 16 Maret 2020. Tempo sudah mendapat izin untuk mengutip cerita ini.
Di sana, Fachri dibawa ke instalasi gawat darurat (IGD), untuk menjalani tes pemeriksaan darah, hingga rontgen. Ia kemudian dibawa ke ruangan dekontaminasi. Dari sini, Fachri mulai merasakan kejanggalan.
Ruangan yang ia perkirakan berukuran 2x3 meter itu diisi 5 orang. Tiga orang nampak berbaring di ranjang, sedangkan dua lagi duduk di kursi roda. Fachri mengatakan mereka semua nampak batuk dan berstatus sama dengan dirinya, entah terjangkit Virus Corona atau tidak.
"Enggak ada pembatas. Mana pasien selain saya termasuk kategori usia lansia," kata Fachri menceritakan ulang kisahnya ketika dihubungi Tempo pada Selasa, 17 Maret 2020.
Di sana, ia menunggu dan mendapat kepastian bahwa dirinya masuk ke dalam salah satu suspect Virus Corona. "Yang bilang dokter jaga setelah berkonsultasi dengan dokter paru bahwa saya suspect," kata dia. Ia kemudian dipindahkan ke ruang isolasi.
Menurut dia, ruang isolasi tak lebih baik ketimbang ruang dekontaminasi. Kasur hanya ada tiga sedangkan pasien ada enam pasien di dalam. Fachri mengaku terpaksa menunggu di kursi roda, sebelum baru mendapat kasur di pagi harinya.
Baru kemudian siangnya, ia menjalani tes swab untuk memastikan ia terjangkit Covid-19 atau tidak. Setelah tes swab, ia mengatakan dianjurkan untuk pulang dan melakukan self isolated di rumah sambil menunggu hasil tes swab . Jika positif, mereka akan dijemput pake ambulans. "Ini juga dilakukan karena jumlah ruang isolasi terbatas, sedangkan jumlah pasien suspect dan positif terus nambah," kata Fachri.
Fachri telah memperbolehkan cerita dia ditulis. Meski begitu, ia mengaku tak ada bukti langsung yang menunjukkan bahwa ia ia benar-benar suspect. Pasalnya, Fachri mengatakan ia tak membayar sepeser pun biaya perawatan, sehingga tak ada bon pembayaran. Dokter yang memeriksa pun tak memberi keterangan apapun. "Jangankan surat keterangan. Hasil rontgen dan cek darah saya aja hanya diberikan melalui keterangan lisan dokter, tidak diberikan bukti fisiknya," kata Fachri.