TEMPO Interaktif, Jakarta: Hasil survei Badan Pengawas Obat dan Makanan pada 4.500 sekolah di Indonesia selama 2007 membuktikan 45 persen jajanan anak berbahaya. "Bahaya utama dari cemaran fisik, mikrobiologi, dan kimia seperti pewarna tekstil," ujar Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya (BPOM), Dedi Fardiaz, Selasa (19/8).
Jenis jajanan ini, menurut Dedi, meliputi makanan utama, makanan ringan, dan minuman.
Kejadian luar biasa keracunan pangan di lingkungan sekolah menempati posisi kedua, sekitar 15,64 persen) setelah kejadian luar biasa di tingkat rumah tangga, sebanyak 62,57 persen. Jajanan yang diinspeksi tersebut sebagian besar tak terdaftar di Badan POM dan banyak yang hasil industri rumah tangga.
Fokus Badan Pengawas saat ini, ungkap Dedi, mengawasi hygiene makanan dan penggunaan bahan asing nonpangan dalam makanan, seperti formalin dan pewarna tekstil. Dua penyebab cemaran tersebut masuk dalam kategori cemaran mikrobiologi dan cemaran kimiawi.
Mengantisipasi meluasnya bahaya pangan tak aman, Badan Pengawas meluncurkan Program Petualangan POMPI. Program ini telah diujicobakan pada 10 sekolah di Jakarta. Sasaran anak sekolah dasar. "Dengan sedikit penjelasan, anak-anak sudah bisa mementaskan boneka pompi selama 30 menit," ujar Direktur Surveillance dan Penyuluhan Keamanan Pangan BPOM, Aziza Nuraini Prabowo. "Ini sangat surprise bagi kami."
Konsep Petualangan yang terdiri dari panggung boneka, koki cilik, pustaka POMPI, dan Klub POMPI bersifat interaktif. "Konsep kampanyenya dua arah," tambah Aziza. Ia juga mengatakan, intervensi sadar keamanan pangan sejak dini dapat menurunkan prevalensi keracunan pangan.
Dianing Sari