TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Kepala Bidang Penelitian Fundamental Lembaga Biologi Molekular (LBM) Eijkman, Herawati Sudoyo berpendapat masih ada ego sektoral di Indonesia terkait penanganan antisipasi virus corona.
Dia menilai lembaga-lembaga penelitian dan universitas belum banyak dilibatkan dalam upaya pendeteksian Corona ini. "Di Indonesia ini mungkin agak ego sektoral. Ada universitas yang bisa dan menyumbangkan diri terhadap deteksi ini. Kemudian ada lembaga penelitian yang bisa digunakan seandainya terjadi pandemik," kata Herawati di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Ahad, 1 Maret 2020.
Herawati mencontohkan yang terjadi di Cina. Laporan terjadinya virus Corona di sana justru bukan berasal dari Kementerian Kesehatan, melainkan dari rumah sakit yang bekerja sama dengan universitas. Menurut dia, kolaborasi serupa mestinya dilakukan di Indonesia.
Herawati pun menilai tak masalah jika suatu lembaga penelitian sebelumnya tak memiliki tupoksi melakukan pendeteksian. Pemerintah, kata dia, dapat dengan cepat mengubah status dan tupoksi lembaga tersebut menjadi tempat deteksi. "Saya kira kita harus open minded. Coba dilihat, bagaimana supaya yang lain-lain dapat membantu," ujar Herawati.
Herawati pun menyebut bahwa saat ini pelbagai lembaga di seluruh dunia saling membantu dan berbagi data ihwal penelitian mereka menyangkut COVID-19. Padahal biasanya, kata dia, lembaga-lembaga sangat kompetitif terkait penelitian mereka.
Sikap kompetitif ini tak terlepas dari persoalan siapa yang pertama kali memiliki data, bisa mendiagnosis, kemudian menemukan vaksin atau obatnya. Namun, Herawati bercerita, dalam waktu dua bulan ini sudah puluhan laporan terkait virus Corona yang dibagikan ke banyak lembaga.
Saat ini, pendeteksian penyebaran virus Corona dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan. Kementerian Kesehatan telah menguji 136 orang terduga terjangkit virus Corona, tetapi semuanya diklaim negatif.