Koran Tempo, Jakarta:
JAKARTA-- Anggota Dewan Adat Papua menolak diperiksa kepolisian terkait dengan insiden pengibaran bendera Bintang Kejora pada Hari Penduduk Pribumi Internasional. "Kami menolak (pemeriksaan) karena kami belum menerima surat pemanggilan polisi," kata Kepala Pemerintahan Adat Papua Fadhal Alhamid di Timika, Papua, kemarin. "Kami mau memberi keterangan kalau didampingi pengacara."
Merasa dijebak, Fadhal menyesalkan sikap polisi yang langsung memeriksa. "Kami merasa dibohongi," kata Fadhal.
Kemarin para tokoh adat Papua itu mendatangi kantor Kepolisian Resor Wamena. Fadhal mengatakan mereka hendak menjelaskan peristiwa pada peringatan Hari Penduduk Pribumi. Dalam acara di Lapangan Tsinagma, Distrik Wamena, Jayawijaya, Papua, Sabtu lalu, ini seorang warga, Anthonius Tabuni, tewas ditembak.
Dewan Adat meminta kepolisian mengusut penembak Anthonius. "Polisi harus membuktikan senjata pembunuh almarhum, dengan alasan apa pelaku menembak, dan siapa yang memerintahkan," kata Fadhal.
Pertemuan itu dihadiri Forkorus Yoboisembut (Ketua Dewan Adat), Lenokh Mabel (Dewan Adat Wamena), Yulianus Hisage (Ketua Panitia Hari Penduduk Pribumi), dan Dominikus Soragut (Sekretaris Panitia). Hadir menemui, Kepala Kepolisian Daerah Papua Inspektur Jenderal Bagus Ekodanto, Direktur Reserse dan Kriminal Polda Papua Komisaris Besar Paulus Waterpauw, dan Kepala Kepolisian Resor Wamena Ajun Komisaris Besar Abdul Azis Jamaluddin.
Para tokoh adat menjawab pertanyaan polisi, namun menolak meneken hasilnya. Para tokoh itu akan diperiksa kembali besok di Jayapura. "Mereka minta diperiksa di Jayapura dan didampingi pengacara," kata Bagus Ekodanto. Atas pengusutan penembakan Anthonius, Bagus mengaku belum mengetahui hasil Laboratorium Forensik di Makassar.
Panglima TNI Djoko Santoso menegaskan, insiden Wamena merupakan tindakan separatisme. "Kalau mengibarkan bendera bukan bendera RI, jelas separatisme," kata dia. Adapun Kepala Kepolisian RI Sutanto mengatakan perlu melihat fakta lapangan sebelum memastikan ada-tidaknya keterkaitan antara insiden Wamena dan surat dari anggota Kongres Amerika Serikat.
Sebelum peristiwa Wamena, anggota Kongres Amerika Serikat dikabarkan mengirim surat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kalangan Istana menyatakan Presiden belum menerimanya. Surat itu dikabarkan berisi permintaan supaya Presiden membebaskan Filep Karma dan Yusak Pakage--keduanya terpidana pengibaran bendera Bintang Kejora.
Kepala Badan Intelijen Negara Syamsir Siregar menjelaskan, insiden Wamena murni dilakukan penduduk lokal dan tak terkait dengan surat. "Orang Kongres Amerika itu juga banyak tidak tahu tentang Indonesia," kata Syamsir.
Mantan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Amien Rais menilai anggota Kongres Amerika telah mengintervensi urusan dalam negeri Indonesia. Ia meminta agar surat tak ditanggapi. Amerika dinilai lupa dengan etika komunikasi internasional yang menyatakan negara tak boleh mencampuri urusan negara lain. "Mereka buat fasisme gaya baru,” ujarnya.NININ D | HERU T | TITIS S | REH ATEMALEM S | TJAHJONO EP