TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Ma'ruf Amin meminta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mencegah masuknya radikalisme sejak di jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Ma'ruf mengatakan radikalisme harus ditangani secara koordinatif antar lembaga. Persoalan ini perlu diurus dari hulu atau hilir. "Seluruh kementerian dan lembaga," kata Ma'ruf di kediamannya pada Jumat, 17 Januari 2020. "Paling hulu itu Kementerian Pendidikan."
Menurut dia, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di bawah Nadiem Makarim harus mengantisipasi pengaruh radikalisme dari PAUD sampai Universitas. "Ini bagian kontra radikalisme," katanya.
Ia juga meminta Kementerian Agama serta Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi ikut mencegah radikalisme. Ia meminta jangan sampai ada pegawai negeri sipil yang lolos seleksi atau promosi jabatan diisi oleh orang yang terpapar radikalisme. "Oleh karena itu pengangkatan pejabat selain melibatkan PPATK, BIN, dan KPK juga harus menggandeng BNPT," katanya.
Ma'ruf juga melihat perlu ada program deradikalisasi kepada orang-orang yang sudah pernah terpapar. "Pemerintah tidak akan menghakimi pemikiran, tapi menyiapkan kontra pemikiran yang radikal," katanya.
Pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi - Ma'ruf Amin memang gencar melawan radikalisme. Salah satu langkahnya dengan menerbitkan Surat Keputusan Bersama atau SKB Penanganan Radikalisme di lingkungan ASN.
SKB ini diterbitkan pada 12 November 2019 bersamaan dengan peluncuran portal aduanasn.id. Menteri yang terlibat dalam SKB ini adalah Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Menteri Agama Fachrul Razi, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim, dan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate.
Selain itu ada pula Kepala Badan Intelijen Negara Budi Gunawan, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Suhardi Alius, Kepala Badan Kepegawaian Negara Bima Haria Wibisana, Pelaksana tugas Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Hariyono, dan Ketua Komisi ASN Agus Pramusinto.
Dalam SKB tersebut tertuang 11 kriteria pelanggaran yang masyarakat umum bisa adukan lewat portal aduanasn.id. Beberapa di antaranya adalah larangan menyampaikan pendapat yang bermuatan ujaran kebencian pada Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, pemerintah, dan salah satu suku, agama, atau ras.
SKB ini melarang pula ASN mengadakan kegiatan yang mengarah pada perbuatan menghina, menghasut, memprovokasi, dan membenci Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan pemerintah.
Selain itu ASN dilarang memberikan reaksi berupa komentar atau tanggapan lain seperti memberikan likes, dislike, love, retweet, dan sebagainya terhadap ujaran kebencian yang ditujukan pada pemerintah di media sosial. Mereka juga dilarang menggunakan atribut yang bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan pemerintah.