TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Agung S.T. Burhanuddin membeberkan tindak lanjut penanganan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu dalam rapat kerja dengan Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam paparannya Burhanuddin juga menyampaikan hambatan penanganan kasus HAM berat masa lalu, salah satunya soal alat bukti.
Menurut Burhanuddin, penanganan dan penyelesaian berkas hasil penyelidikan peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu menghadapi kendala syarat kecukupan alat bukti. "Komnas HAM belum dapat menggambarkan atau menjanjikan minimal dua alat bukti yang kami butuhkan," kata Burhanuddin di Kompleks DPR RI, Jakarta, Kamis, 16 Januari 2020.
Burhanuddin juga menyampaikan alasan bolak-baliknya berkas penyelidikan Komnas HAM ke Kejaksaan Agung. Dia lagi-lagi menyebut bahwa berkas Komnas HAM tidak lengkap. Hingga saat ini, kata dia, penyelidik hanya memenuhi sebagian petunjuk, hasil penyelidikan tidak cukup bukti. “Hasil penelitian tidak dapat mengidentifikasi secara jelas terduga pelaku pelanggaran, sulitnya memperoleh alat bukti."
Selain itu, Burhanuddin juga menyinggung belum adanya mekanisme penghentian penyidikan dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 sebagai upaya penyelesaian dugaan peristiwa pelanggaran HAM berat secara yuridis. "Dalam hal ini penyelidikan disimpulkan tidak cukup bukti."
Burhanuddin juga menyebut belum adanya pengadilan HAM adhoc turut menjadi kendala. Kata dia, pembentukan pengadilan HAM adhoc harus dilakukan melalui keputusan presiden berdasarkan peristiwa tertentu. Mekanisme ini seperti yang diusulkan DPR.