TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut Direktur Utama PT Fajar Mulia Transindo Pieko Njotosetiadi dengan pidana penjara 2 tahun dan denda Rp250 juta karena perkara suap impor gula. "Berdasarkan uraian yang kami kemukakan dan memperhatikan ketentuan perundang-undangan, kami menuntut majelis hakim menjatuhkan pidana Pieko Njotosetiadi pidana penjara 2 tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan, dan denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan dengan perintah terdakwa tetap ditahan," kata Jaksa Penuntut Umum KPK Ali Fikri di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Rabu malam, 15 Januari 2020.
Di persidangan yang dipimpin R. Iim Nurohim, jaksa menegaskan bahwa Pieko terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi seperti diatur dan diancam pidana dalam dakwa alternatif pertama pasal 5 ayat 1 huruf b UU no. 31 1999 sebagaimana tekah diubah UU no. 20 tahun 2001.
Jaksa menyatakan Pieko terbukti telah menyuap Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara III Persero, Dolly Parlagutan Pulungan, senilai Sin$ 345 ribu atau setara Rp 3,55 miliar. Suap diberikan karena Dolly telah memberikan persetujuan kontrak jangka panjang distribusi gula kristal putih kepada perusahaan Pieko. "Memberi sesuatu yaitu memberi uang tunai sebesar Sin$ 345 ribu atau setara Rp 3,55 miliar kepada Dolly Parlagutan Pulungan."
Menurut KPK, uang dari Pieko diserahkan melalui Direktur Pemasaran PTPN III, I Kadek Kertha Laksana. KPK menyatakan pada September 2018, Kadek membuat kebijakan sistem pola pemasaran bersama gula petani dan gula PTPN dalam bentuk long term contract (LTC) atau kontrak penjualan jangka panjang. Sistem ini dibuat untuk menghilangkan spekulan gula. Namun, persyaratan dalam sistem itu hanya mampu dipenuhi oleh perusahaan Pieko. Sedangkan, perusahaan lain keberatan dengan syarat membayar uang muka 40 persen dari harga gula yang ditawarkan.
Setelah itu, Dolly mengarahkan agar gula milik petani diserahkan PT Fajar Mulia Transindo dan PT Citra Gemini Mulia milik anak Pieko bernama Vinsen Njotosetiadi. Setelah perjanjian beli ditandatangani, pada 31 Agustus 2019, Pieko bertemu dengan Dolly di hotel di Jakarta. Dalam pertemuan itu ada permintaan uang dari Dolly dan disanggupi oleh Pieko. Penyerahan uang dilakukan pada September 2019, saat itulah Pieko dan Dolly dicokok tim Operasi Tangkap Tangan KPK.
Ali menjelaskan, tuntutan 2 tahun penjara dan denda Rp 250 juta itu diberikan berdasarkan dua pertimbangan. Pertama, hal yang memberatkan putusan yaitu perbuatan terdakwa yang tidak mendukung upaya pemerintah dan masyarakat yang giat memberantas tindak pidana korupsi. "Khususnya pada di sektor pangan sebagai kebutuhan dasar masyarakat."
Adapun hal yang meringankan, dijelaskan Ali bahwa Pieko telah bersikap sopan dan belum pernah dihukum. "Terdakwa menyesali perbuatannya, dan terdakwa sering sakit dan terdakwa adalah lanjut usia"
Atas tuntutan itu, Pieko akan mengajukan pledoi. Sidang suap impor gula itu akan digelar pada hari Jumat, 24 Januari 2020 mendatang. Sidang perkara suap impor gula dengan terdakwa Pieko dimulai di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, sejak Senin, 25 November 2019.
Jejak Pieko Njoto Setiadi dalam jual-beli gula bisa terlacak sejak Wakil Presiden Jusuf Kalla menjabat Menteri Perdagangan pada 1999. Pieko memimpin dua asosiasi sekaligus, yakni Asosiasi Pedagang Gula Indonesia dan Ketua Asosiasi Pengusaha Bawang Putih Indonesia.
Namanya juga kerap disangkutpautkan dengan Samurai Gula, istilah untuk pengusaha kuota impor dan pengatur harga gula. “Tujuh samurai wis mati kabeh. Saiki gari aku thok (Tujuh samurai sudah mati semua, sekarang tinggal saya sendiri),” kata Pieko Njoto Setiadi seperti dikutip dari Majalah Tempo edisi Juli 2018.
HALIDA BUNGA FISANDRA | ROSSENO AJI