TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 120 nelayan dari daerah pantai utara Jawa (Pantura) akan dikirim pemerintah ke wilayah perairan Natuna untuk menangkap ikan. Meski kondisi antara pemerintah Indonesia dan pemerintah Cina sedang memanas di sana, para nelayan mengaku tak terlalu khawatir.
"Intinya kami dari nelayan siap, bahwasanya Natuna adalah bagian dari NKRI dan kami siap mengisi. Kami siap berlayar di laut Natuna dengan apa yang menjadi aturan seperti apa, kami siap untuk mengikuti," kata Ketua Dewan Pimpinan Cabang Tegal Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Riswanto, saat ditemui di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin, 6 Januari 2020.
Riswanto mengatakan meski sudah berkoordinasi dengan Kemenko Polhukam, namun mereka belum mendapat kepastian waktu berangkat dan teknis pemberangkatan para nelayan ke Natuna.
Meski begitu, ia mengatakan Kemenko Polhukam telah memberi jaminan izin memancing dan perlindungan kapal selama berada di Natuna. Riswanto mengatakan saat ini, para nelayan masih mendiskusikan persoalan teknis lain bersama Deputi IV Kemenko Polhukam.
"Hari ini akan membahas masalah teknis, ukuran kapal yang mampu, itu ukuran kapal yang berapa. Di atas 150 gross ton (GT)-kah atau berapa, untuk mengakomodir semuanya," kata Riswanto.
Ia mengakui pencarian ikan di perairan Natuna bukanlah hal mudah. Selain karena lokasinya yang jauh dari titik terdekat Indonesia, biaya yang dibutuhkan para nelayan juga tak mudah.
Riswanto mengatakan dalam satu kali berangkat, satu kapal nelayan bisa menghabiskan total biaya Rp 500 juta. Itu untuk penangkapan ikan dengan kapal berkapasitas 1.000 GT, yang memakan waktu sekitar dua hingga tiga bulan.
"Untuk kapal kapal di atas 30 GT, kami memakai BBM industri. Sedangkan biaya untuk ke Natuna tidak sedikit. Paling besar adalah biaya operasional terkait harga BBM," kata dia.
Meski begitu, Riswanto mengatakan para nelayan tak menagih adanya subsidi BBM. Menurutnya, nelayan hanya minta jaminan keamanan saat mencari ikan. "Kami minta bagaimana nelayan kita di Natuna aman, dilindungi oleh aparat penegak hukum di laut," kata Riswanto.
Seperti diketahui, penjaga pantai dan nelayan Cina memasuki perairan Natuna beberapa hari lalu. Tindakan itu dianggap melanggar kedaulatan karena memasuki Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Pemerintah pun berencana mengirim nelayan ke Laut Natuna.