TEMPO.CO, Jakarta - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengkritik rencana Presiden Joko Widodo atau Jokowi menerbitkan Peraturan Presiden tentang Organisasi dan Tata Kerja Pimpinan dan Organ Pelaksana Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi atau Perpres KPK.
Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid mengatakan draf perpres itu mestinya diperbaiki agar tidak mengesankan upaya pemerintah mengendalikan KPK.
"Kalau demikian teksnya, maka itu akan membenarkan kesan bahwa KPK sekarang dibonsai menjadi di bawah kekuasaan eksekutif," kata Hidayat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 30 Desember 2019.
Hidayat mengatakan sejak awal publik menginginkan KPK menjadi lembaga yang independen agar maksimal dalam memberantas korupsi. Hidayat menilai, penempatan KPK di bawah presiden, seperti tertuang dalam draf perpres itu, dikhawatirkan akan melemahkan independensi lembaga antirasuah tersebut.
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat ini mengatakan, secara kelembagaan KPK diposisikan setara dengan lembaga negara seperti Komisi Yudisial, Badan Pemeriksa Keuangan, dan Mahkamah Konstitusi. Meskipun keberadaan KPK bersifat ad hoc dan tak tertuang dalam Undang-undang Dasar 1945, Hidayat berpendapat KPK semestinya tetap setara dengan lembaga-lembaga tersebut agar independen.
Hilangnya independensi KPK, kata Hidayat, dikhawatirkan membuat pemberantasan korupsi tak lagi efektif. Dia pun meminta Jokowi tak usah membuat aturan yang melemahkan independesi komisi antikorupsi. Hidayat pun mengungkit janji Jokowi untuk memperkuat KPK.
Selain itu, kata dia, masyarakat pun menginginkan KPK menjadi lembaga yang kuat. "Kalau ingin dikembalikan KPK pada posisi yang kuat sebagaimana diharapkan masyarakat, ya menurut saya tidak perlu aturan-aturan semacam itu. Aturan yang mengekang, yang membatasi, tumpang tindih, dan membuat KPK tidak bisa melaksanakan kewenangannya secara maksimal," ujar dia.
Istana tengah menyiapkan draf Perpres tentang Organisasi dan Tata Kerja Pimpinan dan Organ Pelaksana Pimpinan KPK. Dalam Pasal 1 ayat (1) draf perpres itu, disebutkan bahwa pimpinan KPK berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden sebagai kepala negara.
Selain itu ada sejumlah poin lainnya yang dianggap bermasalah. Di antaranya ihwal pembentukan Inspektorat Jenderal yang dinilai akan tumpang tindih dengan keberadaan Dewan Pengawas KPK dan kewenangan Deputi Penindakan yang juga mengurus pencegahan korupsi.
Sekretaris Kabinet Pramono Anung membantah rancangan perpres itu akan makin melemahkan lembaga antikorupsi ini. "Tidak ada itikad, niat, atau apa pun dalam pemerintah untuk melemahkan KPK," kata Pramono di Kompleks Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat, 27 Desember 2019.