TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) periode 2019-2024 Wiranto menanggapi tudingan elite Partai Hanura.
Wiranto menegaskan dirinya tak menyalahi aturan apapun saat menerima jabatan baru sebagai Ketua Wantimpres.
Maka Wiranto menyesalkan tudingan dari partainya yang menyebut dia seorang yang haus kekuasaan.
"Yang dilarang undang-undang jelas mengatakan untuk partai politik, yang dilarang (menjabat jabatan tinggi lain) itu ketua umum partai atau sebutan lain atau menjadi badan pengurus harian," kata Wiranto di Gedung Kresna, Kantor Wantimpres, pada hari ini, Senin, 16 Desember 2019.
Dia menyampaikan tanggapannya seusai serah terima jabatan Ketua Wantimpres.
Wiranto juga menjabat sebagai Dewan Pembina di Partai Hanura.
Dia menerangkan bahwa dengan jabatan Dewan Pembina Hanura masih diperbolehkan menduduki jabatan lain, termasuk Ketua Wantimpres.
Itu sebabnya, meminta Wiranto tak ada yang berkomentar aneh soal jabatannya di Wantimpres.
"Jadi jangan sampai ada komentar macam-macam. Kalau pun saya mundur (dari Hanura) bukan karena undang-undang. Saya mundur karena pertimbangan politik tertentu."
Tudingan buruk terhadap Wiranto muncul dari Ketua DPP Partai Hanura Inas Nasrullah Zubir.
Dia menyebut Wiranto sebagai orang yang haus kekuasaan.
Inas menilai Wiranto sebagai Ketua Wantimpr tak boleh lagi memiliki jabatan di partai politik.
Beberapa hari lalu, Inas menyebut, Wiranto masih tercatat dalam kepengurusan Hanura yang terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM.
"Apakah syahwat berkuasa Wiranto belum terpuasi dengan jabatan Menkopolhukam yang lalu?" ujar dia.
Menurut Inas, sebagai seorang negarawan Wiranto seharusnya kembali ke Hanura untuk membenahi partai tersebut agar bisa kembali punya kursi di Senayan pada 2024.
Dia membandingkan Wiranto dengan Ketua Umum Hanura Oesman Sapta Odang yang menolak jabatan Wantimpres lantaran ingin fokus mengurus partai.