TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Persaudaraan Alumni atau PA 212 Slamet Maarif mengkritik kebijakan Menteri Agama Fachrul Razi, yang mengatur pendataan majelis taklim.
Slamet mengatakan kebijakan ini kurang pas, dan tak semua majelis mau menerima bantuan. “Tidak semua Majelis Taklim mau menerima bantuan. Jadi jangan paksakan yang tidak terima mau dipaksakan terima,” kata Slamet selepas acara Reuni 212 di Monas, Jakarta, Senin 2 Desember 2019.
Menurut Slamet, lebih baik pemerintah menjalankan seperti yang sekarang tengah berlangsung saja. Ia menyebut tugas pemerintah adalah mengayomi, melindungi, dan menjamin dakwah di majelis-majelis taklim dapat berlangsung dengan baik.
Ia menilai upaya pendataan tersebut akhirnya akan berujung pada pembatasan kegiatan. Serta pembatasan bagi ustad atau pemberi ceramah. “Enggak usah pakai diiming-imingi bantuan. Jadi jangan anggap semuanya tergiur urusan duit urusan bantuan,” kata dia.
Peraturan Menteri Agama Nomor 29 Tahun 2019 tentang Majelis Taklim. Peraturan diterbitkan pada 13 November 2019. Direktur Penerangan Agama Islam Ditjen Bimas Islam Kemenag, Juraidi menjelaskan bahwa PMA ini tidak mewajibkan majelis taklim untuk mendaftar. Pasal 6 ayat (1) PMA ini mengatur bahwa majelis taklim harus terdaftar pada kantor Kementerian Agama.
"Dalam pasal 6, kami gunakan istilah harus, bukan wajib. Harus sifatnya lebih ke administratif, kalau wajib berdampak sanksi," ujar Juraidi.
Menurut Juraidi, terdaftarnya majelis taklim akan memudahkan Kementerian Agama dalam melakukan pembinaan. Ada banyak pembinaan yang bisa dilakukan, misalnya workshopdan dialog tentang manajemen majelis taklim dan materi dakwah, penguatan organisasi, peningkatan kompetensi pengurus, dan pemberdayaan jamaah, termasuk pemberian bantuan pemerintah melalui APBN maupun APBD.