TEMPO.CO, Jakarta - Kubu politikus Golkar Bambang Soesatyo (Bamsoet) meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi tidak membiarkan Airlangga Hartarto terus merangkap jabatan sebagai Ketua Umum Golkar sekaligus Menteri di Kabinet Kerja.
Menurut Tim Penggalangan Opini dan Media (Tim 9) Bamsoet, Cyrillus Kerong, berdasarkan UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, terdapat larangan untuk menteri merangkap jabatan sebagai pimpinan organisasi yang dibiayai oleh APBN/APBD, seperti tercantum dalam Pasal 23 UU tersebut.
"Golkar mendapat Rp 18 miliar per tahun, selama kepemimpinan Airlangga sudah Rp 43 miliar. Kamu tega, pakai yang rakyat tapi melanggar UU," kata Kerong di Restoran Batik Kuring, Jakarta pada Ahad, 1 Desember 2019.
"Kalau Pak Jokowi memperbolehkan rangkap jabatan, silakan saja. Tapi, berarti Pak Jokowi berpotensi melanggar UU juga," kata Kerong.
Untuk itu, Kerong berharap Presiden Jokowi menerapkan kebijakan lama seperti periode pertama pemerintahannya yang melarang menteri merangkap jabatan di partai politik.
Saat ini, tercatat ada tiga ketua umum partai yang menjadi menteri. Mereka adalah Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto yang menjadi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto yang menjadi Menteri Pertahanan, dan Pelaksana Tugas Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Suharso Monoarfa sebagai Kepala Bappenas.
Sebelumnya, Jokowi mengatakan tidak masalah jika banyak ketua umum partai politik yang menjadi menteri di Kabinet Indonesia Maju. Menurut Jokowi, yang penting para menteri ini bisa membagi waktu.
Kebijakan Jokowi ini mengacu kepada pengalaman menjelang akhir periode pertama saat melantik Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto.
"Dari pengalaman lima tahun kemarin, baik ketua maupun yang bukan ketua partai, saya lihat yang paling penting adalah bisa membagi waktu," kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu, 23 Oktober 2019.