TEMPO.CO, Jakarta-Ketua Dewan Pengurus Pusat Front Pembela Islam (FPI) Ahmad Sobri Lubis mengatakan, maksud frasa menegakkan khilafah dalam salah satu pasal di AD/ART mereka bukan berarti menghapus Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 6 AD/ART FPI berbunyi, visi dan misi FPI adalah penerapan syariat Islam secara kafah di bahwa naungan khilafah Islamiah menurut manhaj nubuwwah, melalui pelaksanaan dakwah, penegakan hisbah dan pengamalan jihad.
"Maksud pasal ini adalah mensinergikan hubungan kerja sama semua negara Islam khususnya anggota OKI, untuk menghilangkan semua sekat yang ada di antara negera-negara tersebut. Seperti Arab Saudi, Mesir, Yaman, Turki, Pakistan Malaysia, Brunei, dan sebagainya," ujar Shobri saat dihubungi Tempo, Jumat, 29 November 2019.
Penjelasan tersebut, ujar Shobri, telah dimasukkan dalam Ketetapan Munas IlI FPI tahun 2013 Nomor: TAP/06/MNS-II/FPI/SYAWWAL/1434 H dan dituangkan dalam ART FPI Pasal 6. "Semua terang benderang dan FPI tetap setia kepada NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 serta bersemboyan Bhinneka Tunggal Ika," ujar Shobri.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyoal Pasal 6 AD/ART tersebut karena kata khilafah dan jihad yang tertera dalam pasal itu dianggap bermakna kabur. "Inilah yang sedang didalami lagi oleh Kementerian Agama. Karena ada beberapa pertanyaan yang muncul, ini agak kabur-kabur bahasanya," kata Tito dalam rapat kerja dengan Komisi II di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 28 November 2019.
Terkait hal ini, Menteri Agama Fachrul Razi berjanji melakukan kesepakatan dengan FPI menyangkut poin-poin yang disoroti Tito tersebut. “Kami coba deal dengan dia (FPI). Misalnya, kan saya sependapat tadi kan ada apa. Mendagri mengatakan ada poin-poin yang masih diragukan, ya kita deal aja dengan dia,” kata dia di lokasi yang sama.
DEWI NURITA | BUDIARTI UTAMI PUTRI