TEMPO.CO, Jakarta-Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi mendakwa Direktur Utama PT Fajar Mulia Transindo Pieko Njotosetiadi menyuap Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara III Persero, Dolly Parlagutan Pulungan, senilai Sin$ 345 ribu atau setara Rp 3,55 miliar. Suap diberikan karena Dolly telah memberikan persetujuan kontrak jangka panjang distribusi gula kristal putih kepada perusahaan Pieko.
"Memberi sesuatu yaitu memberi uang tunai sebesar Sin$ 345 ribu atau setara Rp 3,55 miliar kepada Dolly Parlagutan Pulungan," seperti dikutip dari surat dakwaan yang telah dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin, 25 November 2019.
Menurut KPK, uang dari Pieko diserahkan melalui Direktur Pemasaran PTPN III, I Kadek Kertha Laksana. KPK menyatakan pada September 2018, Kadek membuat kebijakan sistem pola pemasaran bersama gula petani dan gula PTPN dalam bentuk long term contract (LTC) atau kontak penjualang jangka panjang. Sistem ini dibuat untuk menghilangkan spekulan gula.
Namun, persyaratan dalam sistem itu hanya mampu dipenuhi oleh perusahaan Pieko. Sementara, perusahaan lain keberatan dengan syarat membayar uang muka 40 persen dari harga gula yang ditawarkan.
Setelah itu, Dolly mengarahkan agar gula milik petani diserahkan PT Fajar Mulia Transindo dan PT Citra Gemini Mulia milik anak Pieko bernama Vinsen Njotosetiadi. Setelah perjanjian beli ditandatangani, pada 31 Agustus 2019, Pieko bertemu dengan Dolly di hotel di Jakarta. Dalam pertemuan itu ada permintaan uang dari Dolly dan disanggupi oleh Pieko. Penyerahan uang dilakukan pada September 2019, saat itulah Pieko dan Dolly dicokok tim KPK dalam OTT.
Jejak Pieko Njoto Setiadi dalam jual-beli gula bisa terlacak sejak Wakil Presiden Jusuf Kalla menjabat Menteri Perdagangan pada 1999. Pieko pun mengepalai dua asosiasi sekaligus, yakni Asosiasi Pedagang Gula Indonesia dan Ketua Asosiasi Pengusaha Bawang Putih Indonesia.
Namanya juga kerap disangkutpautkan dengan Samurai Gula, istilah untuk pengusaha kuota impor dan pengatur harga gula. “Tujuh samurai wis mati kabeh. Saiki gari aku thok (Tujuh samurai sudah mati semua, sekarang tinggal saya sendiri),” kata Pieko Njoto Setiadi seperti dikutip dari Majalah Tempo edisi Juli 2018.