TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil termasuk yang tidak sreg dengan wacana pengembalian pemilihan kepala daerah oleh DPRD. “Saya produk pilkada langsung. Faktanya pilkada mahal, tapi kalau dikembalikan ke DPRD, saya kira, pendapat pribadi saya, kurang tepat,” kata dia di Bandung, Rabu, 20 November 2019.
Ridwan Kamil mengatakan, solusi biaya pilkada langsung yang mahal bukan dengan dikembalikan pada DPRD. “Mending kita wacanakan bagaimana bikin murahnya,” kata dia.
Ridwan Kamil mengatakan, pengalamannya menjalani sejumlah pilkada mendapati biaya pilkada jadi mahal karena sistem pencoblosan yang masih manual yang membawa konsekuensi biayanya mahal. “Sebetulnya kalau boleh jujur ya, cost termahal itu biaya saksi. Karena jumlah TPS banyak, harus menyediakan dan harus membayar, kira-kira begitu,” kata dia.
Dari pengalamannya menjalani sejumlah pilkada di level kota hingga provinsi, dana kampanye nyaris separuhnya habis untuk membiayai saksi. “Bisa setengahnya. Kamu hitung weh matematik. Jawa Barat sabraha TPS, anggap weh 70 ribu. Seorang calon kudu boga 1 saksi,” kata dia.
Ridwan Kamil meyakini, biaya pilkada langsung bisa murah. Dia mencontohkan yang dipraktekkan India, yang memiliki jumlah penduduk yang jauh lebih besar dari Indonesia.
“Salah satunya, maaf ya, kalau di India, yang penduduknya lebih banyak dari kita, mereka votingnya sudah pakai digital voting. Sementara kita, maaf ya, harus pakai saksi, kalau 8 pasang, 1 TPS harus 8 saksi, sekian rupiah dikali ribu-ribut TPS,” kata Ridwan Kamil.
Ridwan Kamil menyarankan agar evaluasi itu ditelaah dari segi teknisnya dulu. “Jadi menurut saya, wacana itu sebaiknya simpulkan dulu secara teknis. Sebagai yang berada di lapangan, saya tahu cost termahal sebenarnya ada di situ,” kata dia.
Ridwan Kamil mengaku terpaksa melego asetnya untuk membiayainya mengikuti pilkada. “Saya kan menggadaikan Harley Davidson yang tidak kembali lagi. Saya jual motor, banyaklah,” kata dia.