TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Irfan Idris, mengatakan saat ini faktor pendorong orang menjadi radikal semakin beragam. Perubahan yang terasa adalah faktor ekonomi yang tak lagi jadi faktor utama pendorong orang menjadi radikal.
Ia mencontohkan adanya pejabat eselon II di Batam yang sempat tergoda untuk membawa keluarga besarnya ke Suriah untuk bergabung dengan kelompok teror ISIS pada 2015 silam. Secara ekonomi, Irfan mengatakan pejabat itu sudah sangat mapan.
"Jadi kalau alasannya ekonomi, eselon II Batam aja sudah sejahtera. Eselon IV Kementerian Keuangan, bahkan S2 Flinders University, ditemukan di Suriah dengan 5 gadisnya berjuang. Jadi faktor ekonomi bukan tunggal," kata Irfan saat ditemui di kawasan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Sabtu, 16 November 2019.
Irfan mengatakan mereka terpapar kuat akibat dari pengaruh orang terdekat mereka. Dalam kasus pejabat Batam, sang istri yang membawa dan meyakinkan agar mereka berangkat ke Suriah. Mereka kemudian memutuskan membawa seluruh keluarga mereka.
Meski begitu, Irfan menegaskan faktor-faktor itu hanyalah pendorong awal. Yang berbahaya kemudian adalah faktor pendorong itu dikemas dengan tafsiran agama yang menyimpang.
"Jihad diarahkan satu makna, tafsiran hijrah diarahkan satu makna, tafsiran thogut diarahkan satu makna, dan tafsiran kafir itu dipaksakan ke semua orang, bukan hanya polisi," kata Irfan.
Atas dasar itu, Irfan mengatakan masyarakat harus mewaspadai berbagai potensi yang dapat mendorong munculnya faham radikal. Apalagi saat ini paparan semakin mudah menyebar dengan mudahnya akses internet.