TEMPO.CO, Jakarta - Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menilai penjelasan Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang tidak mau menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (Perpu KPK) karena masih digugat ke Mahkamah Konstitusi menyesatkan.
Ia mengatakan presiden dapat menerbitkan perpu kapan saja. "Argumentasi presiden mau menunggu proses MK itu keliru. Itu pernyataan yang keliru dan menyesatkan. Menurut saya kok terlalu mengada-ada," kata Bivitri dalam diskusi di kantor Indonesia Corruption Watch, Jakarta, Ahad, 3 November 2019.
Pendiri Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera ini mengatakan penerbitan perpu merupakan hak subjektif presiden yang tidak bergantung pada proses MK atau proses legislasi. "Jadi perpu itu kapan saja presiden secara subjektif merasa ada hal ihwal kegentingan memaksa bisa keluar," kata dia.
Bivitri mengatakan dalih sopan santun yang disampaikan Jokowi juga tidak tepat. Ia yakin sembilan hakim MK yang menyidangkan gugatan UU KPK paham mengenai hukum.
Sebaliknya, Bivitri menduga Jokowi hanya menggunakan MK sebagai dalih untuk tidak mengeluarkan perpu KPK. Ia mengatakan sikap Jokowi itu mengindikasikan bahwa mantan Gubernur DKI Jakarta ini tidak mendukung pemberantasan korupsi.