TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md menjelaskan terkait hak veto yang dimiliki olehnya. Ia menegaskan hak veto yang disebut oleh Presiden Joko Widodo itu hanyalah istilah untuk tindakan pengendalian.
"Veto itu hanyalah istilah yang dipakai oleh presiden di dalam pidatonya. Kalau istilah hukumnya pengendalian. Istilah veto itu istilah politis yang digunakan oleh presiden," kata Mahfud saat ditemui di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Kamis, 31 Oktober 2019.
Ia mengatakan istilah veto yang dimaksud bukan dalam arti hukum, tapi dalam arti politis atau administratif. Mahfud mengatakan tujuan adanya veto ini, yakni ketika ada satu program yang tidak jalan karena terjadi benturan antar kementerian, maka harus diselesaikan oleh Menko atas nama presiden.
"Tentu kalau harus membatalkan satu program satu kementerian tentu tidak bisa langsung kan. Menko-nya ke presiden," kata dia.
Hal ini juga yang kemdian ditegaskan Mahfud dalam rapat paripurna tingkat menteri pertama, yang digelar di Kemenko Polhukam hari ini. Eks Ketua Mahkamah Konstitusi itu menegaskan bahwa hak veto Menko Polhukam ada agar tidak terjadi benturan dan terjadi kekosongan di antara kementerian.
"Kemenko itu tugasnya melakukan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian. Pengendalian itu artinya dia bisa mendorong sesuatu institusi yang terlalu lambat, menarik yang terlalu cepat, sehingga sinkron," kata dia.
Kebijakan adanya hak veto yang disebut Mahfud sebelumnya, bisa digunakan kepada menteri yang menyempal tanpa lapor ke presiden. Jika masih ada keraguan, para menko bisa melapor dan berkonsultasi.
Adapun hak veto Menko digadang-gadang bakal sejalan dengan program Omnibus law Jokowi. Keduanya sama-sama bertujuan untuk menyelaraskan aturan dan tindakan.