TEMPO.CO, Jakarta - Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menilai tak ada masalah dengan kebijakan Presiden Jokowi tentang kewenangan para menteri koordinator (menko) untuk memveto keputusan menteri di bawahnya.
Itu sebabnya, menurut Refly, Jokowi tidak perlu membuat aturan khusus soal hak veto. Pemberian kewenangan itu pun sebenarnya tidak perlu penegasan.
“Veto itu sifatnya internal kabinet saja, tidak perlu penegasan sekalipun tidak masalah (kalau ditegaskan),” kata Refly saat dihubungi hari ini, Senin, 28 Oktober 2019.
Refly berpendapat bahwa sistem presidensial yang dianut Indonesia memberikan kewenangan penuh kepada presiden untuk membentuk kabinet dan menjalankan pemerintahan.
Presiden, dia menjelaskan, juga berwenang mendelegasikan sebagian kekuasaannya kepada bawahannya. Dalam hal hak veto menko, presiden memberikan sebagian kewenangannya itu kepada menko.
“(Hak veto) Semacam kewenangan presiden yang diberikan kepada menko."
Hak menteri koordinator untuk membatalkan kebijakan menteri di bawahnya (veto) disampaikan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud Md seusai pelantikan di Istana Negara, Rabu, 23 Oktober 2019.
Mahfud mengatakan para menko bisa membatalkan kebijakan menteri di bawahnya yang tidak sejalan dengan visi presiden ataupun yang berbenturan dengan kebijakan menteri lainnya.
Refly berkata bahwa hak juga bukan barang baru. Presiden memang berhak membatalkan kebijakan menteri yang tak tepat atau berlawanan dengan visi-misinya, semisal membatalkan penerbitan peraturan menteri (permen) dengan menerbitkan peraturan presiden (perpres).