TEMPO.CO, Jakarta - Amnesty International Indonesia mencatat ada sembilan isu di sekitor HAM yang menjadi pekerjaan rumah Pemerintahan Joko Widodo atau Jokowi dan DPR periode 2019-2024.
Peneliti Amnesty International Indonesia Papang Hidayat menjelaskan, pertama adalah hak atas kebebasan berekspresi dan melindungi pembela HAM. "Kami khawatir semakin terbatasnya ruang sipil yang menyempit bagi kebebasan berekspresi, seperti ekspresi politik, religius, dan estetis yang dilakukan semata-mata dengan cara damai," kata Papang dalam diskusi bertajuk Habis Gelap Terbitlah Kelam di Jakarta, Kamis 17 Oktober 2019.
Kedua, mengenai kebebasan beragama, berpikir dan berkepercayaan. Amnesty mencatat adanya pelanggaran dan diskriminasi kelompok minoritas, maupun serangan fisik dan penutupan tempat ibadah. Papang menjelaskan, hingga saat ini pemerintah hanya memberikan sedikit perlindungan.
"Negara gagal memberi rasa aman bagi mereka untuk hidup. Pemerintahan Jokowi dianggap harusnya mempertahankan jargon toleransi. Ini ke depan masih agak suram," katanya.
Ketiga, mengenai akuntabilitas pelanggaran HAM oleh aparat keamanan. Papang menjelaskan Amnesty tak henti-hentinya menerima laporan pembunuhan, penyiksaan, perlakukan kejam yang tidak manusiawi dan merendahkan martabat dalam proses penangkapan, interogasi maupun penahanan selama proses hukum.
Baca Juga:
"Tidak ada mekanisme yang independen, efektif dan tidak memihak untuk menangani pengaduan masyarakat tebtang perilaku buruk polisi dan militer. Hal ini membuat banyak korban tidak memiliki akses ke keadilan dan pemuluhan hak," ujarnya.
Keempat mengenai pertanggungjawaban pelanggaran HAM berat masa lalu yang terdiri dari pembunuhan di luar hukum, penghilangan paksa, penyiksaan dan kejahatan seksual. Khususnya di era 1966 hingga 1998 dan 2002, belum tertangani dengan serius.
"Presiden di awal pemerintahan 2014 membuat janji kampanye meningkatkan penghormatan HAM termasuk mengatasi semua pelanggaran. Hal ini belum terealisasi," ujarnya.