TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Wali Kota Medan Tengku Dzulmi Edin menjadi tersangka kasus dugaan suap dari dari Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kota Medan Isya Ansyari.
Sedikitnya, Dzulmi diduga menerima Rp 380 juta dari Isya dalam berbagai kesempatan. Dzulmi mengutip duit sejak Isya dilantik menjadi Kepala Dinas PUPR pada Februari hingga September 2019.
KPK menduga Dzulmi memakai sebagian uang suap untuk membayar agen travel saat perjalanan dinas ke Jepang. Anggaran perjalanan dinas itu membengkak, lantaran Dzulmi membawa serta keluarganya dan memperpanjang waktu singgah di negara tersebut. “Perjalanan dinas ini dalam rangka kerja sama sister city antara Kota Medan dan Kota Ichikawa,” kata Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang di kantornya, Jakarta, Rabu, 16 Oktober 2019.
Menilik Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara dari situs KPK, Dzulmi memiliki harta kekayaan lebih dari Rp 20 miliar pada 2018. Harta kekayaannya itu meliputi 14 bidang tanah di wilayah Sumatera Utara dan Jakarta bernilai Rp11,5 miliar.
Hartanya itu ditambah dengan kepemilikan dua unit mobil dan tiga motor dengan harga total Rp 198 juta. Selain itu, Dzulmi juga memiliki harta bergerak senilai Rp 4,9 miliar dan uang kas sebanyak Rp 3,6 miliar. Bila ditotal, harta kekayaan Dzulmi mencapai Rp20,3 miliar.
KPK menangkap Dzulmi dalam operasi tangkap tangan yang digelar di Medan pada 15-16 Oktober 2019. Dalam operasi itu, KPK menangkap Isya dan Kepala Bagian Protokoler Kota Medan Syamsul Fitri Siregar. Dzulmi ditetapkan sebagai tersangka penerima suap bersama dengan Syamsul dan dijerat Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11, Undang-Undang Tindak Pidana Korups juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara Isya ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap dan dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.