TEMPO.CO, Jakarta - Mahasiswa di Makassar mengancam tidak akan mengindahkan imbauan Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan Inspektur Jenderal Mas Guntur Laupe soal larangan berunjuk rasa menjelang pelantikan Presiden dan Wakil Presiden.
Menurut mahasiswa, demonstrasi tersebut adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum. “Insya Allah (kami akan turun ke jalan), ini baru kita rumuskan baik-baik,” kata Presiden Mahasiswa Universitas Negeri Makassar Muhammad Aqsha kepada Tempo pada Selasa 15 Oktober 2019.
Dia menjelaskan bahwa aksi demonstrasi yang akan dilakukan bukan berniat mengganggu pelantikan Presiden dan Wakil Presiden pada Ahad 20 Oktober 2019. Namun ia mengaku mahasiswa ingin menyampaikan tuntutannya.
Aqsha menuturkan bahwa sebagai pejabat publik, seharusnya Kapolda mengayomi bukan mengeluarkan imbauan seperti pelarangan berunjuk rasa. “Sekali lagi, demonstrasi adalah hak publik, hak warga negara. Tidak boleh ada pelarangan, sepanjang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” tegas Aqsha.
Sebagai negara hukum yang demokratis dan berasaskan Pancasila serta UUD 1945, kata dia, seharusnya tidak ada pelarangan dalam penyampaian aspirasi. Ia menyebutkan, sudah jelas diatur dalam UUD 1945 pasal 28 E ayat 3 tentang kebebasan berkumpul, berserikat, dan menyampaikan pendapat secara lisan dan tertulis, kemudian UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM serta UU Nomor 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum.
“Saya kira kan Pak Kapolda pasti paham hukum,” tambahnya.
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bosowa (Unibos) Makassar Ewaldo Aziz menambahkan, aksi demonstrasi adalah bagian dari menyampaikan pendapat dimuka umum dan itu hak semua warga negara.
Oleh karena itu mahasiswa tetap akan menggunakan haknya menjelang pelantikan Presiden dan Wakil Presiden. “Ketertiban aksi unjuk rasa tergantung sikap dan peran aparat kepolisian,” kata Ewaldo.
Bahkan, kata dia, pelantikan yang rencananya dihadiri tamu undangan mancanegara maka lebih bagus lagi. Supaya mereka tahu karena pada prinsipnya aksi unjuk rasa dilakukan agar publik tahu termasuk tamu undangan dari mancanegara.
“Polda Sulsel jangan berlebihan memberikan label terhadap sikap kritis mahasiswa Makassar yang ingin mengawal dan mengkritik kekuasaan,” ujar dia.