TEMPO.CO, Jakarta -Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Jenderal TNI (Purnawirawan) Wiranto mengakui tidak mudah mengendalikan organisasi kemasyarakatan seiring keran demokratisasi yang makin terbuka.
"Jumlah total ormas di Indonesia 424.192 ormas. Banyak juga kan," katanya, di Kantor Lembaga Ketahanan Nasional, di Jakarta, Jumat.
Ormas sebanyak itu, terdiri atas 2.880 ormas dengan SK Kemendagri, 397.241 ormas dengan badan hukum (BH) Kemenkumham, dan ormas asing di bawah Kementerian Luar Negeri sebanyak 71 organisasi.
Menjamurnya ormas itu, kata dia, terjadi setelah reformasi politik pasca-Orde Baru tumbang yang memudahkan pendirian ormas, bahkan secara dalam jaringan internet.
"Sejak Orde Baru tumbang, itu telah tumbuh subur ormas-ormas yang sekarang izinnya hanya bisa dengan 'online'," katanya.
Namun, diakui Wiranto, tidak semua ormas memiliki tujuan yang baik sehingga diperlukan upaya-upaya untuk mengatasinya, terutama melalui regulasi yang disiapkan secara baik.
Persoalannya, kata dia, setiap pemerintah menyiapkan regulasi yang bersifat agak keras akan dicap oleh sejumlah pihak sebagai tindakan otoriter.
"Masalahnya, setiap regulasi yg agak keras sudah dicap kembali ke otoriter, setiap regulasi yang mengarah kepada pembatasan-pembatasan kebebasan dicap sebagai mengarah ke Orde Baru," katanya.
Demikian pula dengan pembubaran ormas Hizbut Tahrir Indonesia yang sempat menimbulkan pro dan kontra di dalam negeri, padahal organisasi itu sudah dilarang di 20 negara, termasuk negara Islam.
Namun, kata dia, pembubaran HTI ternyata belum menuntaskan persoalan karena Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang itu hanya menyangkut pembubaran organisasi, bukan individunya.
"Ternyata, setelah organisasi kami bubarkan, di luar masih ngomong sana, ngomong sini. Ditangkap, (kami disorot mencegah) kebebasan berekspresi. Kami sedang garap bagaimana pembubaran organisasi itu diimbangi juga dengan individual, tidak boleh menyebarkan ideologi yang sudah dilarang," katanya.