TEMPO.CO, Jakarta - Komisi III DPR secara aklamasi memilih Inspektur Jenderal Firli Bahuri sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK yang baru.
Nama Firli Bahuri sejak awal pemilihan calon pimpinan KPK sarat dengan kontroversi. Hanya sehari menjelang pemilihan Ketua KPK di DPR, dari Gedung KPK, perlawanan terhadap Firli menguat.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menggelar konferensi pers tentang pelanggaran etik berat yang dilakukan Firli Bahuri saat menjadi Deputi Penindakan di KPK.
Menurutnya, Kepala Polda Sumatera Selatan itu tercatat melakukan sejumlah pertemuan dengan pihak yang terseret perkara korupsi di KPK.
"Hasil pemeriksaan pengawas internal adalah terdapat dugaan pelanggaran berat," kata Saut Situmorang di kantornya, Jakarta, Rabu, 11 September 2019.
Pelanggaran itu terkait pertemuan Firli dengan Gubernur Nusa Tenggara Barat Tuan Guru Bajang Zainul Majdi atau TGB. Padahal saat itu KPK sedang menyelidiki dugaan korupsi kasus divestasi Newmont yang menyeret nama TGB. "Dua pertemuan tersebut tanpa surat tugas dari pimpinan," kata penasihat KPK Mohammad Tsanni yang memeriksa kasus ini.
Firli, 55 tahun, adalah lulusan Akademi Kepolisian pada 1990. Dia berasal dari Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan-sekitar 200 kilometer dari Palembang. Firli bersama Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian mendaftar ke Akademi Kepolisian pada 1984. Tito langsung lulus, sedangkan Firli baru diterima tiga tahun berikutnya. "Modal saya cuma semangat bertarung," kata Firli seperti dikutip Majalah Tempo Maret 2018.
Firli lebih banyak menghabiskan kariernya di bidang reserse. Dia pernah menangani, antara lain, kasus pajak Gayus Tambunan. Lepas dari jabatannya sebagai Direktur Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Jawa Tengah Firli menjadi ajudan Wakil Presiden Boediono pada 2012.
Karier Firli kian moncer. Pada 2017 ia menjabat Kepala Polda Nusa Tenggara Barat. Polri kemudian menugaskan Firli ke KPK.
Ia menggantikan Irjen Heru Winarko yang dilantik jadi Kepala Badan Narkotika Nasional. Pemilihan Firli sebagai Deputi Penindakan KPK juga tak lepas dari kontroversi. Ia dianggap sebagai titipan Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian.
Tapi saat itu Mabes Polri membantahnya. "Pak Firli kebetulan saja kampungnya sama, tapi tak ada klik semacam itu," kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto pada Maret 2018 silam.
Selama setahun di KPK, Firli kembali ditarik ke Trunojoyo pada 20 Juni 2019. Ia kemudian diangkat sebagai Kepala Polda Sumatera Selatan.
Firli kemudian mengikuti seleksi calon pimpinan KPK. Meski banyak penolakan, namanya mulus hingga 10 besar. Pejabat Polri dengan kekayaan Rp 18 miliar ini akhirnya terpilih dengan suara terbanyak dalam uji kelayakan Komisi III DPR.
Hasil pemilihan pemimpinan baru KPK dianggap kabar buruk bagi aktivitis anti korupsi, dan sebaliknya merupakan “Kemenangan Oligarki Politik di Era Jokowi”.