TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Ombudsman Ninik Rahayu mengatakan pemblokiran internet di Papua malah memunculkan keresahan dan kepanikan di Bumi Cenderawasih.
"Waktu terjadi kerusuhan di Surabaya dan Malang dan belum ada pemblokiran, sebetulnya masyarakat di Papua biasa saja," kata Ninik dalam diskusi "Memperkuat Langkah Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis" di Jakarta, Kamis 12 September 2019.
Ketika pemblokiran belum dilakukan, Ninik menyebut ekonomi di Papua dan Papua Barat masih berjalan lancar. Masyarakat disana masih merasa aman dan tenteram. "Tapi kemudian ada pemblokiran itu mereka resah dan panik. dan betul kemudian terjadi kerusuhan itu," katanya.
Selain itu, dampak pemblokiran yang cukup lama terbukti membuat masyarakat tak bisa berkomunikasi. Rasa ancaman yang mencekam semakin muncul, terutama ketika banyak TNI-Polri datang ke Papua. "Begitu banyak orang enggak tahu apa yang terjadi. Yang terjadi lalu kemudian adalah kerusuhan 16-18 Agustus itu," ujarnya.
Hingga saat ini, Ninik mengatakan Ombudsman masih menghitung kerugian akibat pemblokiran itu. Dia menyebut Telkom dan sektor ekonomi seperti bank, media dan transaksi jual beli terkena dampak paling besar.
Meski begitu, pemblokiran internet yang dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika di Papua dan Papua Barat telah dicabut pada Rabu, 12 September 2019. Kementerian membuka seluruh layanan data yang diselenggarakan oleh operator seluler di 13 kabupaten atau kota di Provinsi Papua Barat karena situasi dinilai sudah mulai kondusif.