TEMPO.CO, Jakarta-Calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi periode 2019-2023 Johanis Tanak sepakat dengan dibentuknya Dewan Pengawas dan kewenangan mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) oleh KPK. Dua poin ini tertuang dalam draf revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Saya sangat setuju untuk dibentuknya lembaga pengawasan," kata Johanis dalam fit and proper test dengan Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat, Kamis, 12 September 2019.
Johanis beralasan, lembaga pengawas internal saja tak cukup. Dia menilai perlunya ada lembaga pengawas eksternal agar pengawasan lebih efektif.
"Bisa saja pengawasan internal tidak obyektif dalam melakukan pemeriksaan. Kalau ada pengawas eksternal ini kemungkinan besar akan lebih efektif," kata calon yang berlatar belakang jaksa ini.
Johanis berujar bahwa pengawas eksternal bisa saja memberikan teguran. Jika teguran tak diindahkan, kata dia, lembaga pengawas eksternal bisa menindaklanjuti dengan tindakan hukum, misal memerintahkan atasan menjatuhkan sanksi indisipliner atau membawanya ke ranah pidana.
Johanis juga menyatakan sepakat dengan adanya kewenangan SP3 oleh KPK. Alasannya, KPK dianggap bisa saja melakukan kekhilafan dalam penetapan perkara yang ternyata tak cukup bukti pidana.
Dia pun menilai tak masalah SP3 diterapkan, sebab KUHAP mengatur pula bahwa SP3 bisa dicabut jika ditemukan bukti baru.
"SP3 juga bukan harga mati, karena menurut hukum acara pidana SP3 bisa dibuka kembali kalau ada bukti baru," ucapnya.
BUDIARTI UTAMI PUTRI