TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yambise mengatakan, Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah mengirimkan surat presiden kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terkait persetujuan revisi Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan pada Jumat pekan lalu. Dalam revisi ini, pemerintah berkukuh ingin batas usia perkawinan untuk wanita minimal 19 tahun.
"Karena pada dasarnya, bahwa dalam Undang-Undang Perlindungan Anak, anak itu usia 0 sampai 18 tahun," kata Yohana di kantornya, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Senin, 9 September 2019.
Ketua Badan Legislasi (Baleg) Supratman Andi Agtas sebelumnya mengatakan, seluruh fraksi di DPR sepakat mengubah Pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang Perkawinan dengan menaikkan batas usia perempuan yang diizinkan menikah menjadi 18 tahun.
Menurut Yohana, ia akan habis-habisan memperjuangkan batas usia 19 tahun untuk menikah ini saat pembahasan bersama DPR dimulai. Ia yakin bisa meloloskan klausul ini lantaran punya pengalaman menggolkan hukum kebiri bagi pelaku kejahatan seksual. "Saya akan bersikeras. Seperti dengan hukuman kebiri," ujarnya.
Ia berdalih kehamilan di usia anak sangat berbahaya bagi perempuan lantaran risiko kematian ibu dan anak yang meningkat. Komplikasi saat kehamilan dan melahirkan, kata dia, penyebab kematian kedua terbesar untuk anak perempuan.
Yohana berujar data Badan Pusat Statistik pada 2017 menunjukkan 1 dari 4 anak perempuan sudah menikah, 23 provinsi memiliki angka perkawinan anak di atas 25 persen, dan setiap tahunnya sekitar 340 ribu anak perempuan menikah. Menurut dia, kondisi ini mengkhawatirkan lantaran anak-anak yang menikah itu kehilangan hak-haknya.
"Ini sudah menunjukkan bahwa negara ini mengarah ke darurat perkawinan anak," ucapnya.