TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid menyatakan kasus pembunuhan Munir sebenarnya tidak sulit diungkap bila ada political will dari para petinggi negara.
"Lagi-lagi yang dibutuhkan adalah kemauan. Langkah politik secara konkret dari presiden dan DPR akan mendorong pimpinan lembaga-lembaga hukum untuk menindaklanjuti kasus Munir," kata Usman saat menghadiri jumpa pers 15 Tahun Meninggalnya Munir di kantor KontraS, Kwitang, Jakarta Pusat, Jumat, 6 September 2019.
Langkah politik paling awal yang bisa dilakukan oleh presiden, menurut Usman, ialah dengan membuka seluruh laporan Tim Pencarian Fakta (TPF) kasus meninggalnya Munir.
Laporan itu, kata Usman, memuat indikasi-indikasi keterlibatan sejumlah orang, termasuk Badan Intelijen Negara. Selain itu, di laporan juga jelas tertulis saran untuk memulai langkah hukum berupa investigasi yang baru, bahkan melanjutkannya dengan sebuah tim yang independen.
Senada dengan Usman, dosen Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, Bivitri Susanti, mengatakan presidenlah yang bisa mendorong penyelesaian kasus Munir ini oleh institusi penegak hukum.
"Kenapa lagi-lagi presiden? Ya karena semua lembaga penegak hukum ada di bawah seorang presiden. Jadi di tangan dialah bisa memerintahkan atau melanjutkan kasus Munir," kata Bivitri.
Usman menegaskan penyelesaian kasus Munir ini menjadi hal penting bagi bangsa ini. "Kasus Munir itu penting karena menjadi bentuk penyalahgunaan lembaga kekuasaan negara atas upaya pelenyapan seorang aktivis yang kritis terhadap negaranya sendiri," kata dia.
Aktivis HAM Munir dibunuh dengan cara diracun pada 7 September 2004. Dia dibunuh saat berada di pesawat Garuda saat hendak menuju Belanda untuk melanjutkan studinya.
GALUH PUTRI RIYANTO