TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto irit bicara ihwal penambahan kursi pimpinan MPR yang akan dilakukan melalui revisi Undang-undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Dewan Perwakilan Daerah atau UU MD3.
Dia tak berkomentar saat ditanya ihwal sikap Golkar yang sebelumnya mengisyaratkan keberatan dengan penambahan kuota pimpinan MPR. Airlangga hanya berujar revisi ini akan berimbas pada mekanisme pemilihan pimpinan MPR dari sistem paket menjadi musyawarah.
"Tentu ini mengubah yang biasanya sistem voting paket, dengan adanya revisi MD3 ini ada konsensus. Jadi mengutamakan musyawarah," kata Airlangga di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 5 September 2019.
Airlangga sebelumnya juga diwanti-wanti oleh Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Dalam Kongres V PDIP di Bali awal Agustus lalu, Megawati meminta Airlangga tak ingkar janji untuk tidak merevisi UU MD3.
Berkaca dari 2014, PDIP memiliki pengalaman buruk dengan revisi UU MD3. Meski menjadi pemenang pemilihan legislatif 2014, PDIP gagal mendapat kursi ketua DPR lantaran UU MD3 direvisi hingga pimpinan DPR dipilih dengan sistem paket.
"UU ini juga UU inisiatif dan disetujui oleh seluruh partai, termasuk PDIP," kata Airlangga.
Partai Golkar sebelumnya menyatakan menolak revisi UU MD3. Alasannya, UU MD3 yang berlaku saat ini pun belum pernah diterapkan. Terakhir, Wakil Ketua Badan Legislasi DPR dari Golkar, Sarmuji mengatakan Golkar menginginkan revisi UU MD3 dilakukan DPR periode berikutnya saja.
"Fraksi Golkar jelas posisinya, menginginkan pembahasan ini sebaiknya dilakukan oleh anggota DPR yang baru biar lebih jernih," kata Sarmuji di kantornya, Senayan, Jakarta, Senin lalu, 2 September 2019.
Namun hari ini, rapat paripurna mengesahkan revisi UU MD3 menjadi RUU inisiatif DPR. Dua anggota Baleg, yakni Firman Subagyo dan Arsul Sani mengklaim seluruh fraksi sudah sepakat merevisi UU MD3 untuk menambah kuota pimpinan MPR.